Jumat, 15 Juni 2012
Neo-Konfusianisme
Sejarah Neo-Konfusianisme
Neo-Konfusianisme adalah filosofi Cina etika dan metafisikal dipengaruhi oleh Konfusianisme, yang terutama dikembangkan selama Dinasti Song dan Dinasti Ming, tetapi yang dapat ditelusuri kembali ke Han Yu dan Li Ao (772-841 M) dalam Dinasti Tang.
Neo-Konfusianisme merupakan upaya untuk menciptakan bentuk yang lebih rasionalis dan sekuler dari Konfusianisme dengan menolak unsur-unsur takhayul dan mistis dari Taoisme dan Buddha yang dipengaruhi Konfusianisme selama dan setelah Dinasti Han. Meskipun Neo-Konfusiusme secara kritis Taoisme dan Buddhisme, dua memang memiliki pengaruh pada filosofi, dan Neo-Konfusiusme meminjam istilah dan konsep dari keduanya. Namun, tidak seperti Buddha dan Taois, yang melihat metafisika sebagai katalis untuk pengembangan spiritual, pencerahan agama, dan keabadian, Neo-Konfusiusme digunakan metafisika sebagai panduan untuk mengembangkan filsafat etika rasionalis.
Cina
Cheng Yi dan Cheng Hao
Lu Xiangshan alias Lu Jiuyuan (1139–1193)
Ouyang Xiu (1007–1072)
Shao Yong (1011–1077)
Su Shi, alias Su Dongpo (1037–1101)
Wang Yangming alias Wang Shouren
Ye Shi (1150–1223)
Zhang Sanfeng
Zhang Shi (1133–1180)
Zhang Zai
Zhou Dunyi (1017–1073)
Zhu Xi (1130–1200)
Jepang
Fujiwara Seika (1561–1619)
Hayashi Razan (1583–1657)
Nakae Tōju (1608–1648)
Yamazaki Ansai (1619–1682)
Kumazawa Banzan (1619–1691)
Yamaga Sokō (1622–1685)
Itō Jinsai (1627–1705)
Kaibara Ekken (aka Ekiken) (1630–1714)
Arai Hakuseki (1657–1725)
Ogyū Sorai (1666–1728)
Nakai Chikuzan (1730–1804)
Ōshio Heihachirō (1793–1837)
Korea
An Hyang (1243–1306)
Yi Saek (1328–1396)
Jeong Mong-ju (1337–1392)
Jeong Dojeon (1342–1398)
Gil Jae (1353–1419)
Jeong Inji (1396–1478)
Kim Jong-jik (1431–1492)
Jo Gwang-jo (1482–1519)
Yi Hwang (nama pena Toegye) (1501–1570)
Jo Sik (1501–1572)
Yi I (nama pena Yulgok) (1536–1584)
Seong Hon (1535–1598)
Song Si-yeol (1607–1689)
Vietnam
Nguyễn Khuyến
Phan Dinh Phung
Tự Đức
Konfusianisme Pada Periode Tiga Kerajaan
Sebelum paham dan kepercayaan Konfusianisme masuk adalah Buddhisme, yaitu pada zaman Tiga Kerajaan Korea (57 SM-935 M).
Kerajaan Goguryeo, pertama kali mengadopsi budaya Tiongkok dan Buddhisme. Konfusianisme pertama kali di terima di Geguryeo berturut-turut ke Baekje dan Silla sejak abad ke-4 M.
Konfusianisme Pada Zaman Dinasti Goryeo
Peristiwa-peristiwa Penting
• Raja Gwangjong (949-975 M) membuat sistem ujian negara (gwageo)
• Raja Seongjang dari Geoyeo (981-997) mendirikan gukjagam, yaitu perguruan tinggi yang memakai kurikulum Konfusius.
Pada periode akhir Goryeo, muncul 2 orang tokoh penting yang sering terlibat debat sengit tentang Buddisme dan Konfusianisme, yaitu Biksu Gihwa (1376-1433) dan Jeong Dojeon (1324-1398) yang menyaksikan masa transisi paham Buddhisme ke Neo-Konfusianisme.
Neo-Konfusianisme Pada Masa Dinati Joseon
Paham Konfusianisme di Jonseon diterapkan sangat ketat dengan penggunaan ide dan ideal yang kentara; chung adalah kesetiaan; hyo adalah rasa persatuan; in adalah kebajikan; dan sin adalah kepercayaan.
Saat berdirinya Joseon (1392), Konfusianisme dianut secara mendalam oleh kalangan bangsawan (yangban) dan para pejabat.
Konfusianisme memainkan peran penting secara luas pada bidang administrasi negara dan peraturan sosial, mengintegrasi masyarakat yang berbudaya berdasarkan cara Tiongkok untuk meningkatkan tranfer budaya dari negeri tersebut. Sekolah tinggi dibangun dengan dasar dan sistem kurikulum Konfusius, dengan tenaga ahli ilmuwan Tiongkok.
Pada abad ke-16, muncul 2 tokoh ilmuwan besar yang berpengaruh bagi perkembangan Konfusianisme, yakni Yi Hwang (1501-1570) dan Yi I (1536-1584).
Posted by:
http://id.wikipedia.org/wiki/Neo-Konfusianisme
Neo-Taoisme
A.
Sejarah Neo-Taoisme
Jatuhnya Han sekitar 400
tahun kemudian malihat munculnya gambaran pandangan dunia diubah pada teks yang
disebut Neo-Taoisme. Penulis yang paling berpengaruh, Wang Bi dan Guo Xiang
yang menulis komentar masing-masing di Jing Taote dan Zhuangzi, adalah penganut
Konghucu yang diakui. Filsafat mereka diinvestasikan kembali yang mereka
tafsirkan pada Neo-Taoisme. Merka menyatakan kombinasi aktivitas sosial
Konfusianisme dengan versi mereka tentang kepasifan Taois. Taoisme sebagai
suatu kekosongan batin atau non-komitmen digabungkan dengan kesesuaian teliti
dengan peran aktual seseorang dalam waktu apa pun nasib mungkin memilikinya
dalam konsep Wu Wei. Dengan demikian mereka pemeluk Konghucu di luar dan Taois
di dalam.
Wang Bi diidentifikasikan dao dengan non-being
sementara masih memperlakukannya sebagai sumber penciptaan semua. Sedangkan Guo Xiang berpendapat bahwa
non-being, tidak, setelah semua, ada. Artinya tidak bisa menciptakan apa-apa,
sederhananya tidak ada non-being- ada hanya ada.
B.
Neo-Taoisme
1.
Xuan Xue
Xuan Xue muncul sewaktu
kekacauan dan ketidakpastian setelah jatuhnya Dinasti Han (206-220 M), ketika
memimpin intelektual dari Wei berhasil (220-265) dan Jin (265-420), dinasti
berusaha menginterograsi kembali tradisi dan menetapkan arah baru untuk
perkembangan filsafat Cina.
Xuan Xue secara harfiah
“belajar” atau studi (xue) dari “gelap” atau misterius dan mendalam (xuan).
Dalam Dinasti Han (25-220 M), kata Xuan didefinisikan dalam dua cara. Pertama,
xuan menunjukkan sebuah bayangan, yakni “hitam dengan merah gelap”. Dalam
Shijing (puisi klasik), xuan digambarkan sebagai warna kain atau jubah. Dalam
Yijing (Perubahan Klasik), menggambarkan warna “surga” (Tian). Xuan Xue
bertujuan membuka misteri Dao dan tidak monolitik.
2.
Dia Yan dan Wang Bi
Dia Yan adalah salah satu
tokoh intelektual terkemuka dari abad ke-3. Wang Bi sangat banyak dididik oleh
Dia Yan. Dia Yan dan Wang Bi dikenal dengan keahliannya dalam Yijing. Keduanya
sangat tertarik pada Lao Zi.
Dia Yan dan Wang Bi telah
meletakkan dasar pembelajaran baru yang sangat besar. Menurut Shu Jin (sejarah
Dinasti Jin), selama periode pemerintahan Zhengshi dari Dinasti Wei, Dia Yan,
Wang Bi, dan lain-lain memandang bahwa
semua makhluk “memiliki akar kehampaan (wu)” yang tidak hanya
menciptakan sesuatu tetapi juga menyelesaikan urusan. Wu adalah dimana Yin dan
Yang Qi – energi tergantung pada transformatif kreatif mereka, yang semua
makhluk tergantung pada dalam memperoleh bentuk, dan secara moral layak
tergantung dalam memperoleh karakter yang saleh mereka (bab 3, biografi Wan
Yang).
Menurut Dia Yan, Dao
terletak pada mengakui “kelengkapan” atau keutuhan dibeda-bedakan (Quan).
Bahkan Dao diistilahkan oleh Lao Zi hanyalah sebuah metafora, sebuah “paksa”
upaya untuk referensi pada akhir yang tak terlukiskan. Dao hanya dapat
menggambarkan W, dalam arti bahwa ia
fitur yang tidak dapat dibedakan. Dao menghasilakan Qi Yin dan Yang –energi
yang membentuk semua fenomena.
3.
Ji Kang dan Ruan Ji
Ji Kang atau Kang Xi,
sebagai nama keluarga Ji merupakan figur yang mencolok dalam sejarah filsafat
Cina. Seorang musisi brilian dan penyair, seorang master Conversation murni,
ikonoklas, model integritas, dan seorang pria tinggi dan tampan.
Koleksi tulisan Ji Kang
sebanyak enam puluh puisi dan empat belas essai lainnya. Terakhir ini
memberikan pengalaman yang baik untuk Neo-Taois filsafat Ji Kang. Neo-Taoisme
Ji Kang terletak pada konsep ziran. Dalam perjanjian dengan Dia Yan dan Wang
Bi, Ji melihat perintah yang melekat dalam alam semesta yang “sehingga dari
dirinya sendiri” dan berakar dalam Dao. Asal mula dunia Taois harus dipahami
dalam hal transformasi Qi, energi kreatif tapi benar-benar dibeda-bedakan,
memunculkan Yin dan Yang, dari mana langit dan bumi, lima kekuatan unsur
dinamis (Wu Xing), dan makhluk segudang pada gilirannya terjadi. Tak terbatas
tetapi tidak dapat direduksi menjadi bentuk apapun. Dao dapat digambarkan
sebagai Wu, tapi dalam penafsiran ini, ketiadaan keuntungan Dao yang berarti
kesatuan asli Qi. Dalam hal ini, tampaknya Kang Ji lebih dekat dengan Dia Yang
dan Wang Bi menggambarkan teori Yin Yang Kosmologis, meskipun ada mungkin
sensibilitas keagamaan kuat yang membedakan pendekatan Ji dengan misteri yang
mendalam dari Dao.
4.
Guo Xiang
Sebuah generasi atau lebih
setelah Dia Yan dan Wang Bi. Guo Xiang (Kuo Hsiang, d.312) mahir dalam
perdebatan filosofis. Guo Xiang mengakui impor ontologis filsafat Taois. Tidak
ada perbedaan pendapat bahwa semua makhluk beasal dari Dao. Namun, Guo
mengambil masalah dengan pandangan bahwa kunci untuk membuka misteri Dao
terletak pada konsep Wu, ketiadaan. Hal ini berarti ketiadaan tetap abstraksi.
Wu dan makhluk adalah sangat eksklusif, wu tidak dapat menjadi sesuatu yang ada
tetapi juga bahwa menjadi tidak dapat berubah menjadi ketidakberadaan (dalam
pengertian abstrak). Karena wu tidak dapat menghasilkan menjadi, sebelum
kedatangan untuk menjadi, tidak dapat cara menghasilkan makhluk lain. Dalam hal
itu, kelahiran ada atau makhluk adalah secara spontan dihasilkan diri.
Pada tingkat ontologis,
sebelum kelahiran makluk segudang, yang adalah “sehingga dari dirinya sendiri”,
yang menyiratkan bahwa makhluk abadi. Menelusuri asal mereka ke tujuan akhir,
tanpa sebab apa pun, mereka datang dari dirinya sendiri untuk menjadi apa. Pada
tingkat epistemologis, implikasi selanjutnya adalah bahwa transformasi diri
masih merupakan misteri. Jauh dari menjadi sumber kebingungan, untuk Guo Xiang,
ini membebaskan dan mengorientasikan ulang pikiran untuk menyadari sifat Dao
dan kehidupan ziran.
Sejarah Agama Konghucu dan pro-Kontra Agama Konghucu di Indonesia
1.
Sejarah agama Konghucu di
Indonesia
Hubungan Indonesia dengan negeri China sudah berlaku sejak
lama. Masuknya budaya Cina di Indonesia diterima dengan terbuka. Dengan
demikian sejak tahun 138 S.M. ketik ajaran Kong Hu Cu dijadikan pandangan atau
agama negara, maka ia dibawa serta para perantau Cina memasuki kepulauan
Nusantara.
Pada permulaan abad ke-20 dikarenakan kekecewaan orang Cina
terhadap pemerintahan Belanda, maka didirikan perkumpulan Cina berdasarkan
ajaran Kong Hu Cu, yang mula-mula berkedudukan di Jakarta, kemudian tersebar ke
daerah-daerah di seluruh Hindia Belanda.Pada tahun 1918 di Solo berdiri suatu
lembaga agama Khong HuCu yang disebut Khong Kauw Hwee dengan menyusul lembaga
pendidikannya sejak dunia kedua dan masuknya Jepang di Indonesia kegiatan
organisasi ini praktis terhenti.
Pada tahun 1954 organisasi tersebut dapat bangkit kembali.
Lalu pada tahun 1955 berganti nama menjadi PKCHI (Perserikatan Khong Chiao ‘Hui
Indonesia). Kmudian pada 1961 PKCHI berganti nama menjadi LASKI (Lembaga Agama
Sang Kongchu Indonesia). Selanjutnya pada 1963 berganti nama lagi menjadi
GAPAKSI (Gabungan Perkumpulan Agama Khongcu Indonesia). Dan pada 1964 diganti
nama lagi menjadi Gabungan Perhimpunan Agama Khongcu Indonesia. Dan terakhir
pada 1967 organisasi ini berganti nama menjadi MATAKIN.
2.
Pro kontra Agama
konghucu
Khonghucu berkembang di Indonesia ini melalui kontroversi
yang cukup rumit. Diantaranya:
a.
Kelompok kontra khonghucu
Kelompok ini berargumentasi bahwa agama adalah wahyu Tuhan
yang diturunkanmelalui Nabinya yang tercatat di Kitab Suci masing-masing.
Sedangkan Nabi adalah utusan Tuhan. Karena Konghucu orang biasa, bukan Nabi
yang tercatat dalam Kitab Suci ajaran monotheisme, maka Konghucu tidak bisa
diakui sebagai agama.
b.
Kelompok pro Khonghucu
Kelompok ini beranggapan bahwa filosofi dasar dari
semua agama adalah sama, sehingga banyak pihak yang mengatakan bahwa semua
agama pada dasarnya sama, mengajarkan kebaikan. Yang berbeda hanya ritual dan
tata laksananya saja. Jaman dahulu, ajaran filsafat, baik yang disebut sebagai
agama maupun yang tidak, berkembang dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu
dan mempengaruhi kehidupan masyarakat tersebut. Pengaruh ini selanjutnya akan
membentuk berbagai kebiasaan masyarakat tersebut secara tutun temurun, yang
kemudian kita kenal sebagai budaya.Pada zaman orde baru Agama Khongchu dilarang
berkembang di Indonesia. Hal ini dikarenakan adanya ketakutan dari Soeharto
akan kemajuan bangsa Tiongkok dengan menguasai perekonomian Indonesia.Kemudian
pada masa Gusdur, Agama Khonghucu mendapatkan tempat di Indonesia bahkan telah
diakui sebagai agama yang diakui di dalam Undang-undang. Hal ini berdasarkan
persamaan hak kebebasan beragama.
Tata Cara Perkawinan dan Kematian
Ajaran perkawinan dan
Kematian dalam Agama Konghucu
1.
Ajaran Perkawinan dalam Agama Konghucu
Pengertian Perkawinan berasal dari kata dasar nikah
mendapat awalan per dan akhiran an menjadi pernikahan yang
berarti “melakukan perbuatan nikah”. Pengertian menurut agama Konghucu adalah
“salah satu tugas suci manusia yang memungkinkan manusia melangsungkan sejarahnya
dan mengembangkan benih-benih firman Thian, Tuhan Yang Maha Esa, yang
berwujud kebajikan, yang bersemayam di dalam dirinya serta, selanjutnya
memungkinkan manusia membimbing putra dan putrinya”.
Adapun tujuan perkawinan menurut agama Konghucu
adalah untuk membentuk keluarga yang harmonis, damai dan bahagia. Karena tujuan
perkawinan ini menurut adanya keharmonisan, kedamaian dan kebahagiaan, maka
hukum perkawinan dalam agama ini pada dasarnya tidak mengenal perceraian.
Karena tidak mengenal perceraian, maka sangat wajar bila perkawinan umat
Konghucu senantiasa mengalami kedamaian, kebahagiaan, dan keharmonisan.
2.
Bentuk Upacara Perkawinan Konghucu
a.
Adat dan Upacara Sebelum Perkawinan
Upacara pekawinan yang dilakukan oleh umat Konghucu tidak
terlepas dari nilai-nilai budaya masyarakat Cina keturunan maupun nilai-nilai
agama yang mereka yakini keberadaannya. Upacara perkawinan ini mempunyai ciri khas
tersendiri yang dapam membedakannya dengan masyarakat dan agama lain di
Indonesia.
Berbagai upacara dilakukan sebelum
dilangsungkan perkawinan. Seperti upacara Lamaran, ikatan pertunangan dan
upacara penentuan hari perkawinan. Misalanya lamaran dengan memerlukan walinya
dan mencari wali untuk saat melamar perempuan yang ingin di lamar, di sambung
dengan pertunangan jadi dengan dua belah pihak di temukan dan membicarakan
tanggal dan sebagainnya untuk acara pernikahan tersebut.
Perkawinan upacara penentuan hari pernikahan
dilaksanakan di rumah calon mempelai wanita dengan maksud untuk mendapatkan
kesepakatan tentang pelaksanaan hari perkawinan. Pada saat upacara penentuan
hari perkawinan ini, kedua belah pihak berunding tentang saat pelaksanaan hari
perkawinan.
b.
Adat dan Upacara Pada Saat Perkawinan
Upacara tersebut menggunakan pakaian khusus
pernikahan ada Tionghoa. Jika perkawinan sudah tiba, pertama-tama pertama
pengantin dirias duduk da nada banyak yang berhiasan melamabangkan warna merah
(Thay kek). Kilin untuk laki-laki dan Hong Hong bagi pengantin wanita.
Pada saat dilakuakn upacara Cio Thau dibutuhkan
seorang anak kecil Shio Liang atau Shio Houw umtuk melakukan
upacara permulaan menyisir rambut pengantin, kemudian dilanjutkan oleh tukang
rias yang mewajibkannya. Sewaktu pengantin laki-laki hendak maju ke
rumah pengantin wanita, terlebih dahulu diadakan upacara Khibe : suatu pesta
kecil bersama kawan dan sahabat. Lalu pengantin berangkat diiringi dengan
tetabuhan dan dipasangi petasan. Memasang petasan berdasarkan atas suaranya
yang diumpamakan suara Guntur, karena siluman memang sanagt takut akan Guntur.
Maka suara petasan itupun berarti mengusir segala setan dan siluman.
Sesampai di rumah laki-laki, mereka terus masuk
ke kamar pengantin yang di dalamnya sudah tersedia sebuah meja dengan 12 macam King
Ua yaitu sejenis bahan makanan yang disate dan diatur dengan alat-alat
istimewa. Di samping itu, terdapat pula beberapa macam makanan yang diatur
diatas meja lain, 2 kursi, 2 cangkir wedang onde dan 2 buah mangkok lengkap
dengan sumpitnya. Sepasang lilin besar yang menyala menjadi perhiasan istimewa.
Kedua pengantin ini berbeda di bawah Mak Comblang (Bwee Jien : orang
yang perantara dirangkaikan perjodohan itu dan bertugas untuk menjajaki
anggapan pihak lain).
Biasanya beberapa hari setelah selesai melaksanakan
perkawinan, pengantin tersebut pergi ke kantor Catatan sipil untuk mencatat
mengenai perkawinan yang telah mereka lakukan di Majlis atau Lithang. Pencatatan
ke kantor Catatan Sipil merupakan salah satu bukti otentik bagi mereka bahwa
kedua pasangan ini diakui secara sah sebagai suami istri.
c.
Adat dan Upacara sesudah Perkawinan
Upacara perkawinan orang Tiongkok di Indonesia
adalah tergantung pada agama yang dianut. Oleh karena itu, upacara perkawinan
orang Tionghoa di Indonesia amat berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Upacara yang dilakukan sesudah perkawinan
terbagi kedalam dua bagian yaitu upacara pulang tiga hari dan upacara pulang
sebulan. Kedua upacara tersebut merupakan rangkaian pelaksanaan upacara yang
dilakukan sesudah upacara perkawinan.
d.
Upacara Pernikahan - Chio Thau
Upacara Chio Thau adalah upacara pernikahan
tradisional Peranakan lengkap dengan segala pernak-pernik upacara yang
menyertainya. Disebut Chio Thau ―artinya ‘mendandani rambut/kepala’ (to
dress the hair), bukan ‘naik ke kepala’―karena, dalam bagian terpenting
upacara ini, di atas sebuah tetampah besar warna merah terlukis yin-yang dan
menghadap sebuah gantang (dou, tempat menakar beras), pengantin (laki-laki dan
perempuan) disisiri oleh ibunya sebanyak tiga kali; setiap sisiran dibarengi
dengan doa-doa tertentu: misalnya: sisiran pertama agar si pengantin diberi
jodoh yang panjang, sisiran kedua: banyak rejekinya, sisiran ketiga:
anak-anaknya semua menjadi orang yang membanggakan, dan sebagainya.
Upacara Chio Thau ini berasal dari daerah
Fujian Selatan (Minnan) semasa periode dinasti Qing (1644-1911), dan mungkin
sudah tidak diketemukan lagi di Tiongkok, setelah terjadinya dua revolusi besar
di sana. Revolusi itu Revolusi Xin Hai 1911, yang menyingkirkan semua produk
budaya zaman Qing, dan Revolusi Kebudayaan 1966-1976, yang menghancurkan semua
produk budaya yang dinilai feodalistik dan kapitalistik.
Pakaian yang dikenakan saat Chio Thau―yakni baju
putih-celana putih bagi laki-laki dan baju putih-kain batik warna dasar merah
bermotif bulat-bulat putih, sehingga dikenal dengan nama Kain Onde―akan
disimpan baik-baik dan dikenakan kembali pada waktu yang bersangkutan meninggal
kelak sebagai pakaian mati.
3.
Ajaran dalam Kematian Konghucu
a.
Pengertian Upacara dan Ritual
Upacara merupakan pelaksanaan kegiatan yang di lakukan
secara berkelompok atau sekumpulan manusia atau orang untuk melakukan kegiatan
rutin dalam rangka untuk memringati hari-hari yang bersejarah yang dipimpin
oleh pemimpin yang tertinggi dalam suatu organisasi atau departemen. Sedangkan
Ritual merupakan tata cara keagamaan atau bisa di sebut dengan ucapan suci. Religi
dan ucapan mherupakan unsur dalam kehidupan manusia di dunia.
Upacara da ritual adalah pelaksanaan dalam
rangka mencapai tujuan hidup Agama dengan mempergunakan sarana atau media yang
bisasa di sebut dengan upakara atau banten sebagai pelaksanaan. Upacara itu
sulit di pisahkan seumpama sebutir telur maka kulit luar adalah merupakan
upacara atau ritual, ritual ari telur adalah etika susila, upacara etika atau
susila.
b.
Kematian
Kematian bukanlah suatu hal yang menyenangkan
untuk di bicarakan maupun di persoalkan. Kematian adalah sesuatu yang seram dan
menyedihkan, sesuatu yang benar-benar mematikan suasana, sesuatu yang hanya
coock bagi buah pembicaraan di kuburan.
Menurut cara berpikir orang Buddhis kematian
adalah kunci yang membuka takbir kegelapan dari takbir hidup yang tampak
rahasia. Yang apabila pada suatu saat menimpa pada kita, akan dapat
melunakkan hati bagaimanapun kerasnya.
Kematian akan mengikat kita satu sama lain
dengan benang emas cinta dan kasih, dan yang dapat mengenyahkan
rintangan-rintangan hidup berupa klasta, agama , kepercayaan bangsa(suku-suku)
di antara manusia di sunia ini. Kematian meratakan segala-galanya tanpa
kecuali.
c.
Roh leluhur
Menurt ahli sejarah kebudayaan E.B. Tylor , ia
juga berpendirian bahwa bentuk agama yang tertua adalah penyembahan kepada
roh-eoh yang merupakan personifikasi, (hubungan) dari jiwa-jiwa yang telah
meninggal dunia, terutama nenek moyangnya.
Dewa-dewa yang menjadi pusat orientasi dan penyembahan
manusia dalam tingkat agama seperti itu mempunyai ciri-ciri yang mantap dalam
membayangkan seluruh umatnya, karena tercantum dalam mitologi yang seringkali
telah berada dalam bentuk tulisan.
d.
Makna dan Fungsi upacara secara umum
·
makna upacara merupakan suatu kegiatan ritual keagamaan
yang dilaksanakan secara berkelompok dilakukan dilingkungan tersebut.
·
Fungsi upacara adalah suatu alat komunikasi atau hubungan
langsung dengan roh leluhur menurut kepercayaan dan keyakinan yang harus
ditaati.
·
e.
Makna dan fungsi kematian secara umum
·
Makna kematian menyadarkan manusia untuk tidak bersikap
sombong kepada orang lain dan lebih bersikap cinta kasih kepada ornag lain.
·
Fungsi kematian meninggalkan duka yang sangat mendalam
bagi keluarga yang ditinggalkan atau adanya rasa kesedihan.
f.
Ajaran-ajaran kematian
Kematian itu sendiri Rohnya akan naik kepada
Sang Pencipta Rohnya yang bersifat negative (Yin) naik pada sikap positif
(Yang). Nabi Konghucu bersabda : “bila ornag yang melakukan penghormatan
kepada sampai dahi menyentuh tanah (Khee Song) ini menunjukkan keptuahan yang
sungguh. Bila lebih dahulu menundukkan kepala sampai kaki menyentuh tanaj baru
menghormati dengan Pai,itu menunjukkan kepada yang sangat dalam.
Ajaran-ajaran kematian dalam Agama Konghucu
merupakan suatu ajaran yang harus ditaati oleh umat Konghucu. Dan di dalam
kitabnya dijelaskan bahwa manusia berasal dari buni dan akan kembali kebumi.
Dan seorang anak harus berbakti kepada orang tuanya dari ia masih hidup sampai
meninggal.
Ajaran Konghucu Tentang Tuhan, Keimanan dan Hidup Setelah Mati
- Ajaran Tentang Tuhan
Dalam Agama kongfutzu,
atau biasa dibunyikan dengan Kong Hu Cu, di kaitkan dengan nama pendiri agama
ini yaitu Kung Fu Tze (551-479 SM). Ada yang menilai bahwa ajaran Kung Fu Tze
bukanlah suatu agama melainkan hanyalah ajaran tentang nilai-nilai (Ethika)
saja, karena Kung Fu Tzu sendiri menghindarkan diri untuk berbicara tentang
alam gaib. bahwa sistem ajaran Kung Fu Tzu itu mengenal pengakuan terhadap
kodrat Maha Agung (Supreme Being), serta mempercayai pemujaan terhadap
arwah Nenek Moyang (Ancetors-Worship), juga mengajarkan tata tertib
Kebaktian. dengan landasan inilah seiring perkembangan zaman ajaran Kung Fu Tze
termasuk kepada ajaran keagamaan[1]. Dalam Khonghucu sendiri istilah Tuhan
disebut dengan Thian. Dalam kitab-kitab agama Khonghucu terdapat banyak
berbicara tentang Thian atau Tuhan YME. Diantaranya terdapat dalam kitab She
Cing (kitab puisi). Dalam kitab ini banyak berbicara tentang Tuhan YME. Yang
dalam umat Khonghucu disebut dengan Thien dan Shang Ti.
Konsep Thien
Konsep Thian yang disebut berulang-ulang
kali dalam kitab-kitab suci Khonghucu (Ngo King dan Su Si) dapat
juga disebut langit (heaven). Fung Lu Yan, dalam buku “A History of
Chinese Philosophy” menyebut Thien itu sebagai langit (Heaven). Menurut
dia ada beberapa bab dalam Lun Yu (Lun Gi) berbicara mengenai langit
(Thian). Dalam Konfusianisme, Thian selalu hadir, melihat dan mendengar segala
sesuatu, mencintai kebaikan, memberikan pahala serta menghukum kajahatan.
Gambaran Khonghucu tentang Tuhan adalah imanen atau Thian (Tuhan/langit) itu
dekat pada makhluk dan bukan transenden (jauh dari makhluknya).
a. Thian Li
Thian adalah Tuhan Yang Maha Esa atau sesuatu yang
absolut, yang mutlak dab tidak dijadikan oleh siapa pun. Segala sesuatu yang
ada dialam semesta ini berjalan menurut hukum-hukumnya (Thien Li), istilah
Thian Li ini sebenernya bersumber pada pada pengertian Thian yang mengalami
penafsiran atau perluasan pada masa Neo-Konfusianisme. Jadi Thian Li itu
sendiri bukanlah nama lain dari Thian. Akan tetapi dekat dengan pengertian
firman Thian atau hukum-hukum dan peraturan yang bersumber dari Thian.
b. Thian Ming
Thian Ming dapat diartikan sebagai sesuatu yang telah
dijadikan atau sesuatu yang telah terjadi. Pangeran Chou pernah mengajarkan
Thien Ming, yang isinya bahwa Thien memberikan ketetapan kepada seseorang untuk
memimpin bangsa atau negara. Artinya bahwa seorang manusia harus menjalankan
tuga dan kewajibannya sesuai dengan kehendak Tuhan atau Thian. Intinya yaitu
melakukan kebajikan, bila seseorang tidak menjalankan kebajikan tersebut maka
ia kehilangan amanat dan tugas, artinya gagal dalam kehidupan ini, dan
sebaliknya bila menjalankan atau mengembangkan maka ia dikatakan sebagai
manusia yang berhasil dalam kehidupannya, yaitu menjadi keharmonisan dalam
hidupnya.
Pengertian dari Thian Li dan Thian Ming ini tidak jauh
berbeda artinya, Thian Ming lebih mengarahkan kepada perbuatan yang dilakukan
kepada manusia sesuai dengan amanat atau perintah dari Thian. Thian Li juga
bersifat perintah, tetapi masih bersifat umum, dan bersifat anjuran yang sudah
dilakukan manusi, dalam hal ini ada yang berhasil manjalankan peritah ini namun
ada juga yang tidak. Dalam arti tidak menjalanka perintah, yaitu tidak
menjalankan amanat yang berasal dari Thian tersebut.
B. Ajaran
Tentang Keimanan
Penyebaran
ajaran-ajaran Kong Hu Cu dimulai tidak lama setelah dia meninggal dunia.
Setelah berkabung karena kematiannya pendirinya yaitu Kong Fu Tze, para murid
Kong Fu Tze menyebarkan dan masing-masing menempuh jalannya sendiri-sendiri
dalam melanjutkan pekerjaan penyebaran agamanya. Akan tetapi akibat
perbedaan-perbedaan yang semakin lama semakin bertambah besar karena
masing-masing mengembangkan system pemikiran tersendiri, sesuai dengan
kepentingan dan keyakinannya. Khonghucu juga memiliki ajaran tentang keimanan,
yang terdapat dalam kitab SuSi.
Dalam
agama Kong Hu Cu ada yang disebut pengakuan Iman, diantaranya ada delapan
Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui) dalam agama Khonghucu:
- Sepenuh Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Cheng Xin Huang Tian)
- Sing Sien Hong Thian (
sepenuh iman percaya tehadap Tuhan Yang Maha Esa).
- Bu Ji Bu Gi (
jangan mendua hati, jangan bimbang).
- Siang Tee Liem Li (
Tuhan Yang Maha Tinggi Besertamu).
2. Sepenuh Iman
menjunjung Kebajikan (Cheng Juen Jie De)
- Sing Cun Khoat Til (
sepenuh iman menjunnung kebajikan).
- Bu Wan Hut Kai ( tiada
jarak jauh tak terjangkau).
- Khik Hiang Thian Siem
( sungguh hati Tuhan merahmati).
3. Sepenuh Iman
Menegakkan Firman Gemilang (Cheng Li Ming Ming)
- Sing Liep Bing-bing (
sepenuh iman menegakkan firman gemilang)
- Cun Siem Yang Sing (
jagalah hati, rawatlah watak seajati).
- Cik Tu Su Thian (
mengabdi Tuhan)
4. Sepenuh Iman Percaya
adanya Nyawa dan Roh (Cheng Zhi Gui Shen)
- Sing Ti Kwi Sien (
sepenuh iman sadar adanya nyawa dan roh).
- Cien Siu Kwa Yok (
tekunlah membina diri, kurang keinginan).
- Hwat Kai Tiong Ciat
(bila nafsu timbul, jagalah tetap terbatas tengah).
5. Sepenuh Iman memupuk
Cita Berbakti (Cheng Yang Xiao Shi)
- Sin Yang Haw Su (
sepenuh iman merawat cinta berbakti).
- Liep Sien Hing Too (
tegakkan didi menempuh jalan suci).
- I Hian Hu Boo ( demi
memuliakan Ayah Bunda).
6. Sepenuh Iman
mengikuti Genta Rohani Nabi Kongzi (Cheng Shun Mu Duo)
- Sing Sun Bok Tok (
sepenuh iman mengikuti genta rohani).
- Ci Cun Ci Sing ( yang
terjunjung, Nabi agung).
- Ing Poo Thian Bing (
yang dilindungi firman Tuhan).
7. Sepenuh Iman
memuliakan Kitab Si Shu dan Wu Jing (Cheng Qin Jing Shu)
- Sian Khiem Su Si (
sepenuh iman memuliakan SuSi).
- Thian He Tai King (
kitab suci besar dunia).
- Liep Bing Tai Pun (
pokok besar tegakkan firman).
8. Sepenuh Iman menempuh
Jalan Suci (Cheng Xing Da Dao)
- Sing Hing Tai Too (
sepeunuh iman menempuh jalan suci yang Agung).
- Su Ji Put Li ( sekejap
pun tidak terpisah)
- Bu Kiong Ci Hiu ( tempat
sentosa yang tanpa batas).
C. Ajaran
Tentang Hidup Setelah Mati
Khonghucu tidak banyak berbicara banyak
tentang hidup setelah mati, tapi ia percaya akan keberadaan roh-roh, dan
roh-roh yang berhubungan denga keluarga, maka bagi keluarga anggotanya yang
masih hidup harus mempersembahkan korban kepadanya. Dalam sebuah korban yang
disajikan dalam sebuah pesta atau sejajian, karena bahwa roh-roh leluhur akan
menikmati sejajian itu. Manusia berdo’a pada nenek moyang atau para
leluhur mereka, karena itu dinamakan perbuatan anak lai-laki yang berbakti
(Hau) pada orang tua. Penyebahan kepada roh-roh hanya berlaku pada lingkungan
keluarga saja yang telah meninggal. Pemujaan arwah nenek moyang telah merupakan
tradisi bagi bangsa Tionghoa sejak masa sebelum Kung Fu Tze. Tradisi tersebut
dikukuhkan oleh Kong Fu Tze karena dipandangnya suatu sumber azasi bai
nilai-nilai lainnya.
Riwayat Hidup Konghucu
Ajaran Konfusianisme sebagian besar
pemeluk-pemeluknya terdapat di Tiongkok. Bangsa Tiongkok dikenal sebagai bangsa
yang memiliki adat-istiadat kehidupan masyarakat dalam beberapa hal:
1.
Sangat megagungkan kepercayaan terhadap
hal-hal gaib, roh-roh serta para leluhurnya.
2.
Sangat menjunjung tinggi etika serta
upacara-upacara dalam hidup bermasyarakat.
3.
Sangat mementingkan kehidupan mental daripada
material (kebendaan).
A. Pandangan Bangsa Tiongkok Kuna
Seorang sarjana Tiongkok, Dr. Lin Yu Tang, menyatakan
bahwa “Budi” itu adalah kekuatan yang mencari keselarasan dengan dunia
sekitarnya yaitu suatu sikap kejiwaan yang terpuji dalam keseluruhan bentuk
hidup yang luas sesuai dengan hukum dunia yang paling tinggi yakni hukum Tao.
Lidah manusia tidak mampu merumuskan dengan kata-kata apapun juga tentang Tao
itu. Sikap kejiwaan yang demikian itu dapat membuka diri pribadi mereka.
Tiongkok mempunyai tiga macam agama, ketiganya merupakan satu agama. Ketiga
agama tersebut adalah Konfusianisme, Taoisme dan Buddhisme.
C.J. Bleeker
mengatakan bahwa bentuk awal dari konsep kebragamaan orang Cina itu
terdiri dari: pemujaan alam, pemujaan atau penghormatan pada leluhur, dan
pemujaan terhadap langit.
B. Riwayat Hidup Khonghucu
§ Masa Kecil dan Masa Muda Khonghucu
Konghucu (Confusius) lahir di kota Tsou, di negeri Lu.
Leluhurnya adalah K’ung Fungshu (yang merupakan generasi kesembilan dari raja
muda negeri Sung dan generasi keenmpat sebelum Khonghucu). Sewaktu Khonghucu
berusia tiga tahun, bapaknya meninggal dunia dan dimakamkan di Fangshan, yang
terletak di bagian timur Negeri Lo (di Shantung). Ia pun diasuh dan dibesarkan
oleh ibunya. Guru-guru yang mengajarnya sangat memujikan kecerdasan Khonghucu.
Sewaktu sudah dewasa, keceeradasan dan kebijaksanaannya menjadi buah tutur
dalam distrik kediamannya itu. Banyak orang datang menjumpainya untuk
bartanyakan sesuatu hal. Ketika masa kecil Khonghucu, ia berbeda sekali dengan
teman-teman sebayanya. Ia selalu menjadi pemimpin diantara teman-temannya,
terutama ketika pada saat melakukan sembahyang. Sejak kecil ia sudah
memperlihatkan sifat-sifat yang mulia, yanitu sangat menghargai dan menghormati
para leluhurnya.
Khonghucu menikah pada usia 19 tahun dengan seorang gadis
dari keluarga Kian-Kwan dari negeri Song. Ia mendapatkan seorang anak laki-laki
bernama Li atau Pak Gi. Li berarti ikan Gurami, sedangkan Pak Gi adalah putra
pertama yang bernama ikan.
Ketika berusia 20 tahun, ia bekerja pada keluarga
bangsawan besar Kwin-Sun. Ia diberi tugas sebagai kepala dinas pertanian. Tidak
hanya sebagai pemimpin dinas pertanian tapi juga diserahi tugas untuk memimpin
dinas peternakan.
§ Karir Sebagai Guru
Nama Khonghucu semakin harum dan para pelajar lambat laun
makin berduyun datang untuk belajar dari seluruh wilayah Lu, dan juga dari
berbagai wilayah di luar Lu. Sewaktu usianya 34 tahun maka pelajar pada
perguruannya itu sudah berjumlah lebih 3.000 orang.
Sekitar 498 SM, Konfusius memutuskan untuk meninggalkan
rumahnya di Lu dan memulai perjalanan panjang di seluruh wilayah timur. Ia
disertai muridnya (pengikut). Mereka mengembara di seluruh negara timur Wei,
Sung, dan Ch’en dan dalam beberapa kali kehidupan mereka terancam. Konfusius
hampir dibunuh di Sung.
Konfusius diterima engan hormat oleh para penguasa
negara-negara yang ia kunjungi. Pada tahun 484 SM, Konfusius diundang kembali
ke negara Lu.
§ Keberhasilan Khonghucu dalam Memimpin
Khonghucu telah berhasil memimpin negeri Tiongto dalam
menegakkan program pemerintah dalam waktu yang begitu cepat ia dapat
menciptakan masyarakat adil dan makmur.
Raja Muda Lo mengajukan usul kepada Khonghucu agar apa
yang ia capai di Tiongto dapat juga disebarkan ke seluruh negeri Lo.
Khonghucu wafat pada 479 SM. Ajarannya dilanjutkan dan
dikembangkan oleh cucunya, Tzu-Szu, serta tokoh-tokoh yang lainnya seperti
Meng-Tze (372-289 SM).
C. Kitab Suci Agama Khonghucu (Ngo King, Su Si dan Hau King)
1. Su Si / Shi Su (Kitab yang Empat)
·
Kitab Thai Hak / Da Xue / Kitab Ajaran Besar
·
Kitab Tiong Yong / Zhong Yong / Kitab Tengah
Sempurna
·
Kitab Lun Gi / Lun Yu / Kitab Sabda Suci
·
Kitab Bingcu / Mencius / Kitab Bingcu
2. Ngo King (Lima Kitab)
·
Sie King / Shi Jing / Kitab Sajak
·
Su King / Shu Jing / Kitab Hikayat
·
Ya King / Yi Jing / I ching / Kitab Perubahan
·
Li Chi / Buku tentang Upacara-upacara
·
Yeo / Buku tentang Musik
·
Ch’un Ch’ii / Sejarah Musim Semi dan Musim
Rontok
3. Hauw King / Xiao Jing / Kitab Bakti
Langganan:
Postingan (Atom)