A.
Sejarah Dan
Perkembangan Agama Tao Di China Dewasa Ini
Taoisme sebagai organisasi keagamaan muncul di Cina pada abad ke – 2M.Namun sebelumnya Taoisme dipraktekan secara turun temurun oleh orang – orang Cina sejak Lao – tse meninggalkan ajarannya untuk kepentingan orang – orang yang membutuhkannya atau haus dengan ajaran – ajaran dari guru tua yang bijaksana.
Taoisme salah satu dari
agama pribumi orang china dan ajaran – ajarannya diambil dari tradisi klasik
termasuk Huang – Lao, suatu tradisi yang diajarkan setelah Huang di ( cerita
raja kuning ), Lao – tzu dan diikuti oleh para pengikut – pengikutnya yang
setia selama dinasti Han yang berkuasa di bagian barat china ( 206 SM – 24 M ),
sampai sekarang ini.[1]
Taoisme sekarang di Cina
dibagi dalam dua sekte besar, yaitu :
- Taoisme Perdamaian Besar ( Taoism Of Great Peace )
- Taoisme Lima Gantang Beras ( Five Bushels Of Rice )
Tapi hanya taoisme lima
gantang beras yang dapat hidup dan berlangsung sampai sekarang ini, sedangkan
taoisme perdamaian besar dilarang oleh penguasa – penguasa feudal, mungkin
organisasinya atau ajaran – ajarannya dianggap dapat membahayakan kepentingan
Negara China. Sebagaimana kita ketahui bahwa China dikuasai oleh komunis dan
keyakinan keagamaan penduduk sangat dikontrol oleh pemerintah.
Segala sesuatu yang
dianggap merugikan kepentingan komunis akan segara dimusnahkan bahkan tidak
diberi kesempatan untuk hidup. Kasus serupa juga terjadi pada ajaran Khonghucu,
sehingga Khonghucuisme sulit berkembang di China, karena ajaran – ajarannya
dianggap dapat membawa orang china kembali ke system lama, system dimana orang
china berada dibawah kekuasaan Raja. Zhang Doaling ( juga dikenal sebagai
kelompok guru surga ) dia adalah yang memunculkan Taoisme Lima Gantang Beras
dan dianggap pendiri dari Taoisme sekarang ini.
Akibat dukungan dari
para raja – raja Tang ( 618-907 ) dan dinasti – dinasti Song. ( 960-1279
),Taoisme berkembang sampai sekarang dan menjadi agama penting di Cina, selain
Buddha dan agama Khonghucu ( Konfusius )
Ada tiga buah buku yang
penting bagi para penganut Tao, yaitu :
-
The Book of The Way Power ( Tao Te Jing )
-
The Book of Chuangtzu
-
The Book Great Peace
Lao – tzu yang pertama
kali mendirikan sekolah Qin Taoist, dipuja sebagai nenek moyang Taoisme, dan
ide mengenai jalan ( Tao ) yang terdapat dalam The Book of The Way Power
merupakan dasar dari Agama. Para pengikut Taoisme meyakini bahwa jalan ( Tao )
asal mula dari alam dan menciptakan semua makhluk – makhluk hidup, oleh karena
itu mereka memuja semua yang hidup di alam dan segala sesuatu yang lain yang
diciptakan oleh alam.
Pada abad ke 12, Taoisme
sedikit demi sedikit dibagi dalam du bagian yaitu : Taoisme Chuan – Chen dan
Taoisme Cheng – i. Pendeta – pendeta dari Taoisme Chuan – Chen meninggalkan
keluarga mereka dan hidup di klenteng – klenteng atau wihara – wihara. Mereka
tidak makan daging – daging dan hidup dengan penuh kesederhanaan untuk menjadi
abadi. Banyak pendeta Taoisme Cheng – I hidup dengan keluarganya dan tidak
menolak makan daging, dan umumnya mereka membantu orang lain untuk mendapatkan
keberuntungan dan menjauhkan diri dari hal – hal yang jelek.[2]
Diantara banyak dewa
dipuja oleh para penganut agama Tao, Tuhan maha pencipta, Tuhan adalah roh yang
suci, dan Tuhan adalah jalan penguasa ( Lao tze ) yang dipandang sebagai dewa –
dewa tertinggi, dan Tuhan jalan dari kekuatan, juga dikenal sebagai Tuhan Lao
Tze tertinggi, yang dipuja oleh banyak orang secara luas, terutama dikalangan
penganut Tao di Tiongkok.
Banyak dari klenteng –
klentengnya Tao di bangun di atas gunung, dimana menurut tradisi keabadian
menjadi hidup atau para pengikut Taoisme di masa lampau telah mempraktekan
hidup sederhana dan menjadi abadi. Klenteng – klenteng atau tempat – tempat
ibadah para penganut Tao yang terkenal adalah Baiyun ( awan putih ) sebuah
klenteng yang terletak di kota Beijing ( ibukota Tiongkok ).
Pada masa sekarang
terdapat tidak kurang dari 1600 klenteng Tao di China, dan lebih dari 25.000
rumah – rumah pendeta dan pendeta wanita Tao yang setiap hari mengabdikan
dirinya untuk kepentingan agama maupun pelayanan pada umat Tao yang membutuhkan
pertolongannya.
Sebagai agama yang
setara dengan agama – agama dunia lainnya, agama tao juga memiliki organisasi
keagamaan. Organisasi agama tao di china dibangun pada tahun 1975 tepatnya di
kota Beijing, yang merupakan suatu organisasi dunia atau internasional, yang
dipimpin oleh Min Zhiting. Organisasi ini muncul ditengah – tengah masyarakat
dan hidup bersama –sama dengan organisasi keagamaan lainnya. Untuk memajukan
dan mengembangkan kebudayaan tao masa lampau, organisasi agama Tao telah
menerbitkan banyak karya – karya klasik Tao.
Organisasi Tao di China
mempunyai sebuah jurnal yang diberi nama China Tao ( Tao orang China ) yang
diterbitkan beberapa bulan sekali yang diedarkan ke rumah – rumah, terutama
para penganut Tao yang berlangganan, dan keseluruh dunia. Dengan diterbitkannya
jurnal agama Tao ini, maka para penganut agama Tao di seluruh china dan dunia
dapat mengetahui perkembangan agama tao setiap tahunnya di china.Perkumpulan
Tao ini juga masuk dalam anggota dari perkumpulan dunia mengenai agama dan
perlindungan lingkungan.
Selain itu di China juga
terdapat lembaga pendidikan tao, yang setingkat akademi. Akademi Tao
China ini, didirikan pada tahun 1990, menyediakan kelas khusus untuk mengajar
murid – murid menjadi personil menejer di klenteng – klenteng Tao dan
menyediakan kelas yang lebih tinggi untuk melakukan penelitian dan mengajarkan
ajaran Tao.Ratusan mahasiswa telah menyelesaikan pendidikannya di akademi yang
telah dibentuk ini.Mahasiswa yang telah menamatkan pendidikan ini, telah
bekerja disegala bidang pekerjaan, khususnya yang berhubungan dengan keagamaan
Tao.
Agama tao di China telah
melakukan hubungan dengan agama Tao diseluruh dunia, khususnya dalam 20 tahun
yang lalu, sejak orang – orang China menerapkan reformasi dan politik terbuka.
Perkumpulan Tao China dan klenteng – klenteng Tao di berbagai tempat yang
berbeda di China saling berhubungan dan pertukaran kunjungan dengan pendeta –
pendeta Tao dan organisasi – organisasi Tao di seluruh dunia.
Pada tahun 1993,
pengikut Tao dari klenteng – klenteng di daratan China, Hongkong dan
Taiwan bersama – sama mengadakan upacara besar di klenteng Baiyun di kota
Beijing. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari para pendeta Tao di China
tahun 2004, bahwa agama Tao di China pada saat ini menempati urutan kedua
terbesar dari agama Buddha, dan mereka dapat hidup berdampingan dengan agama
lain di China.[3]
B.
Perkembangan Agama Tao Di Indonesia
Pada zaman orde baru,
agama Tao terbelenggu oleh pemerintah.Tidak boleh ada yang berbau Tao, termasuk
juga tradisi – tradisi agama Tao, seperti Tahun baru imlek dan upacara –
upacara ritual keagamaan, dan lain sebagainya. Akibatnya generasi yang lahir
pada zaman orde baru itu menjadi kehilangan identitas dan tidak tahu lagi apa
agama Tao itu sebenarnya, dan masyarakat yang menganut agama tao pada saat itu
diminta untuk pindah ke agama lain, dan hanya tinggal tersisa sedikit orang
yang masih setia menganut agama Tao, meski tidak secara terbuka.
Yang lainnya masih
menganut agama Tao, tetapi karena mereka takut dan dibatasi – dibatasi oleh pemerintah,
kemudian hanya tahu sembahyang saja, tetapi tidak tahu lagi ritual – ritual Tao
lainnya.Bahkan banyak yang menjurus ke pemahaman mistis / tahayul.
Hal itu diperparah
dengan adanya hal – hal yang menjelekan agama Tao itu sendiri dari kelompok
tertentu, seperti misalnya agama Tao itu penyembah berhala dan tidak percaya
kepada Tuhan.Selain itu juga agama tao adalah agama yang kuno, karena masih
bersembahyang di kelenteng yang gelap.Kemudian mereka ikut agama yang lebih
modern, misalnya saja bisa beribadah di mall atau bioskop.Hal inilah yang
menjadikan anak muda lebih tertarik kepada hal keduniawian seperti itu.
Akibatnya ketika saat
sekarang ini generasi – generasi muda ( khususnya orang Tionghoa beragama Tao )
yang identitasnya sudah dihilangkan menjadi tidak mengerti, dan orang tua yang
hidup dan membawa agama tao ke Indonesia sudah pada meninggal dan tidak
mewariskan kepada anaknya, menjadi tidak tahu juga tentang agama tao.
Jadi tidaklah heran
kalau ada anak kecil sekarang bertanya kepada orang tuannya : “ pak kok kita
sembahyang sich ? Memangnya agama kit apa ?” Bapaknya yang kebingungan dan
tidak tahu mesti jawab apa, yah tinggal bilang, “ Nak ini agama leluhur, sejak
dulu kakek buyut kamu sudah bersembahyang seperti ini.” Inilah asal muasal kata
agama leluhur.
Gara – gara masalah
seperti diataslah agama Tao jadi terpuruk sedemikian hingga saat ini. Saat ini
banyak yang sudah tidak lagi mengenal ajaran Tao, dan lebih berfokus pada
ajaran “ gado – gado “ atau ajaran agama lain. Ini adalah salah satu masalah
yang harus dihadapi, yaitu bagaimana menarik kembali umat yang sudah keluar
atau pemahamannya sudah melenceng jauh.
Yang harus dilakukan
saat ini adalah bagaimana membuat agama Tao menjadi sebuah agama resmi di
Indonesia, karena hal ini sudah banyak di negara – negara luar seperti
singapura, China, bahkan Amerika serikat pun ada.
Menurut pemakalah jika
langkah tersebut diambil maka dengan demikian baru dapat meluruskan kembali
ajaran mengenai agama Tao. Tapi kalau seandainya langkah itu yang di ambil,
maka akan ada “ yang dikorbankan “ dalam hal ini adalah mereka – mereka yang
tidak mengenal Tao, tetapi melaksanakan praktik dalam agama Tao.
Banyak sumber daya yang
diperlukan untuk lebih memperkenalkan Tao ini keseluruh lapisan masyarakt
Indonesia, diantaranya uang, waktu dan sumber daya manusia.[4]
Uang : tidak semua umat
Tao adalah konglomerat yang memiliki dana, ada juga umat tao yang hidup pas –
pas- an atau melarat.
Waktu : dalam agama Tao
tidak ada yang hidup mengkhususkan diri dalam menyebarkan agama tao. Semua umat
Tao haruslah mandiri, bekerja dan menghasilkan uang untuk keperluannya masing –
masing.
Sumber daya manusia :
diperlukan banyak keahlian untuk mengembangkan Tao, tidak cukup hanya mampu
menjabarkan ajaran Tao.
- Praktek
keagamaan Tao
Berikut adalah beberapa praktek keagamaan Tao - Asal Usul Adanya Sam Seng Dan Persembahan Pada Dewa
- Asal Usul Adanya Sam Seng Dan Persembahan Pada Dewa
- Yin Shen Jie Fu ( Ying Sen Ciek Fuk )
- Upacara Pernikahan
- Upacara Kematian
Pada jaman dahulu sudah
banyak orang-orang yang datang ke klenteng mencari Tao Se – Tao Se (Guru-guru
Tao) untuk meminta bantuan atau pertolongan.Ada yang menanyakan nasib dan jodoh
mereka, dan ada juga untuk penyembuhan penyakit-penyakit serta meminta
obat-obatan.Tetapi pada bulan-bulan tertentu Tao Se – Tao Se itu tidak ada di
klenteng karena mencari obat-obatan di hutan atau di pegunungan, seperti
ginseng, jamur, dan lain-lainnya.Dalam pencarian obat ini dibutuhkan waktu
berbulan-bulan lamanya.
Untuk itu para Tao Se
membuat Sam Seng supaya masyarakat atau orang-orang yang datang dari jauh tidak
kecewa karena Tao Se nya tidak berada di tempat.
Masyarakat yang
tertolong kemudian membawa oleh-oleh untuk Tao Se – Tao Se tersebut sebagai
tanda terima kasih.Karena Tao Se – Tao Se tidak berada di tempat, maka
diletakkan di atas meja sembahyang.Ada juga yang datang membawa persembahan
kepada Dewa.
Dari sinilah timbulnya
kebiasaan mempersembahkan sesuatu kepada Dewa.Pemberian persembahan kepada Dewa
ini kemudian menimbulkan persaingan di antara masyarakat itu sendiri, sehingga
timbullah persembahan Sam Seng.
Di mana menurut
pandangan masyarakat waktu itu Sam Seng mewakili 3 jenis hewan di dunia, yaitu
babi untuk hewan darat, ikan untuk hewan laut, dan ayam untuk hewan
udara.Demikianlah persembahan ini berlangsung secara turun-menurun sampai
sekarangpun masih ada. Dalam Tao, Sam Seng tidak digunakan sebagai persembahan
kepada Dewa. Jadi cukup dengan buah-buahan saja, antara lain: apel, pear,
jeruk, anggur, dll. Yang penting adalah buah-buahan yang segar dan tidak
berduri serta serasi dipandang mata.
b. Yin Shen Jie (
Sembahyang Tahun Baru Imlek )
Biasanya satu minggu sebelum tanggal satu bulan satu Imlek, yang sudah
berumah tangga, semua anggota keluarga membersihkan rumah secara keseluruhan.
Semua Hu yang sudah berubah warna (agak keputihan) dilepas dan diganti dengan
baru, Hu yang lama dibakar.
Meja sembahyangan dibersihkan, patung-patung Dewa Dewi diturunkan, dicuci dengan sabun dan dibilas dengan air bunga agar bersih dan wangi. Nah meja sembahyangan dan patung-patung ditata kembali dengan rapi dan siap menyambut tahun baru. Persiapan apa saja yang dibutuhkan:
Satu atau dua hari sebelum hari H tiba, yaitu tanggal satu bulan satu tahun
baru Imlek. Buah-buahan dengan jumlah masing-masing lima buah, lima jenis (
apel, jeruk, pear, anggur, jeruk besar, dll ) dan rangkap dua, artinya untuk
meja sembahyangan Thian Kung satu set dan untuk meja sembahyangan yang
didalam rumah satu set. Hindari memilih jenis buah yang berduri (salak,
nanas, dan lainnya). [5]
Meja sembahyangan Tian Gong ( Thian Kung ) disiapkan. Kemudian Hio besar
sesuai kebutuhan, minimum dua batang. Hio kecil secukupnya tergantung anggota
keluarga yang ingin sembahyang, masing-masing anggota 12 batang Hio pada tiap
meja sembahyang.
Lilin yang pantas 2 batang tiap meja (jangan terlalu tinggi dan besar) sebagai penerangan. Bunga segar untuk meja bila mampu, sebagai pewangi. Xiang Lu [Hio Lo / tempat Hio] untuk meja Tian Gong. Bila tidak ada yang permanen, dapat dibuat dari kaleng susu besar, dibungkus dengan kertas merah dan diisi beras. Cangkir kecil (Jiu Jing), tempat teh sebanyak 5 buah untuk masing-masing meja sembahyang. Juga teh jangan lupa.
Permen satu piring kecil sebagai pemanis untuk masing-masing meja sembahyang.
Minyak wangi disemprotkan ke tangan anggota keluarga saat sebelum sembahyang.
Kain merah sebagai taplak meja Tian Gong.
Penyusunan /
Persiapan Sembahyang
Letakkan meja Tian Gong menghadap Timur dengan langit-langit terbuka. Pasang
taplak meja merah, letakkan kaca diatasnya. Susun Xiang Lu [Hio Lo], cangkir
teh setengah lingkaran, lilin disamping kanan kiri, buah-buahan melingkar
setengah lingkaran juga, bunga dibelakang kanan kiri meja. Permen di sebelah
kanan depan meja. Demikian pula dengan susunan yang sama untuk meja
sembahyang yang ada di dalam rumah.
Saat Sembahyang
Waktu sembahyang pada tanggal satu bulan satu tahun baru Imlek, jam 00:30
sampai 06:00 adalah yang paling baik. Memakai pakaian yang rapi. menyususun
permohonan permintaan untuk satu Tahun Baru ini, agar tidak ada yang
tertinggal. Kepala keluarga memimpin sembahyang dengan Xiang [Hio] besar satu
di hadapan Tian Gong, kemudian diikuti dengan 12 Xiang [Hio] kecil. Sembah
sujud seperti biasa sembahyangan , permohonan-permohonan diutarakan.
Setelah selesai diikuti dengan anggota keluarga yang lain, mulai dari pangkat
yang tertinggi menurun.Kepala keluarga melanjutkan sembahyang yang sama di
meja sembahyangan dalam rumah dengan pola yang sama. Setelah semuanya
selesai, tunggu sebentar, sekitar 30 menit.
Bila situasi lingkungan tidak mengijinkan, maka meja sembahyangan Tian Gong
boleh diberesin / diangkat semua persembahan yang ada, tinggalkan Xiang [Hio]
nya saja. Bila situasi mengijinkan maka dapat dibiarkan sampai pagi, sampai
lilin dan Xiang [Hio] terbakar habis.Kemudian pagi harinya dilanjutkan dengan
adat keluarga masing-masing, seperti berkunjung kerumah orang tua, orang yang
dituakan, dll.
Pokok utama dari kita Siu Tao adalah kemantapan dan ketulusan hati (Jen Sin).
Tidak perlu bermewah-mewahan, sesuaikan dengan keadaan ekonomi yang ada.
Kalau “ada” baik, kalau sampai tidak adapun bukan suatu hambatan untuk Siu
Tao, untuk sembahyangan Yin Shen Jie Fu. Apa-apa yang kita persembahkan,
kesemuanya hanyalah penggembira.
Ditinjau dari kaca mata manusia. Sedangkan Sen / Sien (Dewa-Dewi) sendiri,
tidak makan apa yang kita persembahkan itu. Jadi ketulusan dan kemantapan
hati (Jen Sin) ditambah Wu, menuju Cen-lurus (Siu Cen) itulah tujuan pokok
utama kita Siu Tao.
Kembali ke Yim Yang (Thay Cik) kita. Keseimbangan, keselarasan itulah kehidupan yang kita jalani. |
|
|
c. Upacara
Pernikahan.
Dalam kehidupan
seseorang, suatu pernikahan merupakan saat-saat yang penting dan tidak
terlupakan. Sepasang calon pengantin akan dengan penuh semangat menyiapkan
segala sesuatu untuk hari bahagia tersebut. Tentu saja hal ini memakan waktu
dan tenaga yang tidak sedikit, tetapi walaupun lelah, pada wajah mereka
tersirat harapan akan kebahagiaan.
Harapan-harapan itulah yang membuat mereka berdua mempunyai keinginan agar kebahagiaan mereka tersebut dapat disaksikan dan disahkan, serta direstui oleh Thian dan para Dewa.Rasanya lebih mantap.Maka kemudian timbul berbagai upacara sembahyang di hari pernikahan, baik yang sederhana – sembahyang di rumah menghadap langit sebelah timur dengan sebuah hio diatas kepala – sampai pernikahan yang diadakan di Taokwan atau Kelenteng, tentu saja dengan berbagai pernak-perniknya.
Harapan-harapan itulah yang membuat mereka berdua mempunyai keinginan agar kebahagiaan mereka tersebut dapat disaksikan dan disahkan, serta direstui oleh Thian dan para Dewa.Rasanya lebih mantap.Maka kemudian timbul berbagai upacara sembahyang di hari pernikahan, baik yang sederhana – sembahyang di rumah menghadap langit sebelah timur dengan sebuah hio diatas kepala – sampai pernikahan yang diadakan di Taokwan atau Kelenteng, tentu saja dengan berbagai pernak-perniknya.
Dalam Tao ada ritual
tersebut dan tata caranya tidak rumit.Diatas altar Maha Dewa kita, diletakkan 5
macam buah sebagai lambang dari U Fuk (Lima kebahagiaan).Di kanan-kiri hiolo
terdapat 9 pasang lilin merah yang diatur dari yang pendek ke yang
tinggi.Sebagai pemanis, diletakkan rangkaian bunga.Ada pula yang memasang kain
merah untuk semakin memeriahkan ruangan.
Begitu tiba, pengantin dijemput oleh sepasang Huang Ie yang bertugas sebagai penjemput pengantin.Mereka dibawa ke ruang upacara dengan diiringi lagu Kwe Ming Li. Upacarapun segera dimulai.Pemimpin upacara yang berjumlah 3 orang memimpin para Fu Fak untuk sembahyang. Setelah para Fu Fak berdiri di kanan-kiri tempat upacara, barulah pengantin dan orang tua mereka diantar ke depan altar untuk sembahyang, diiringi lagu Kung Huo. Pengantin beserta orang tua sembahyang dengan menggunakan 1 hio besar dipimpin oleh salah seorang pemimpin upacara.
Begitu tiba, pengantin dijemput oleh sepasang Huang Ie yang bertugas sebagai penjemput pengantin.Mereka dibawa ke ruang upacara dengan diiringi lagu Kwe Ming Li. Upacarapun segera dimulai.Pemimpin upacara yang berjumlah 3 orang memimpin para Fu Fak untuk sembahyang. Setelah para Fu Fak berdiri di kanan-kiri tempat upacara, barulah pengantin dan orang tua mereka diantar ke depan altar untuk sembahyang, diiringi lagu Kung Huo. Pengantin beserta orang tua sembahyang dengan menggunakan 1 hio besar dipimpin oleh salah seorang pemimpin upacara.
Seusai sembahyang, orang
tua pengantin dipersilahkan duduk di tempat yang telah disediakan.Orang tua
mempelai pria di sebelah kanan dan orang tua mempelai wanita di sebelah
kiri.Acara Cing Ciu (Mempersembahkan arak) dimulai. Dengan diiringi lagu Syiek
Suang Jing atau terima kasih, kedua mempelai Kui (bersujud) mempersembahkan
arak sebagai lambang hormat serta terima kasih mereka kepada orang tua yang
telah membesarkan, mendidik serta memberikan kasih sayang sehingga dewasa dan
dapat mulai menempuh sebuah kehidupan sendiri yang mandiri.
Acara dilanjutkan dengan
suatu Tanya jawab antara pemimpin upacara dengan pengantin.Para pemimpin
upacara berhak menilai apakah kedua mempelai memang cukup layak secara mental
untuk membangun sebuah rumah tangga sendiri.Selanjutnya adalah Acara Tukar
Cincin.Dengan diiringi lagu Se Yen (Kuucap janji), mempelai berdua saling
mengikatkan diri.Para pemimpin upacarapun memberikan beberapa nasehat yang
berguna dalam kehidupan pernikahan mereka kelak.Puncaknya pernikahan disahkan
dengan memberikan simbol berupa kalungan hati kepada masing-masing pengantin,
yang kemudian disatukan dengan sebuah kalungan besar berbentuk hati juga,
sebagai tanda bersatunya dua hati.Hadirin serentak memberikan tepuk tangan
sambil menyanyikan lagu Cu Fuk, yang berarti selamat berbahagia.
Upacara diakhiri dengan ucapan selamat dari para pemimpin upacara beserta Fu
Fak yang lalu diikuti oleh keluarga dan hadirin.Sebelum meninggalkan Taokwan,
kedua mempelai sembahyang mengucapkan terima kasih. Lagu Gembira Ria dan Tao
Ciao Ti Ce (Umat Tao)mengantar kepergian mereka. Demikianlah, dua buah hati
telah menjadi satu, bahu membahu menempuh sebuah kehidupan yang baru.
Adat upacara kematian
Taoisme dilator belakangi hal-hal berikut:
Mereka mempercayai bahwa
dalam relasi seseorang dengan Tuhan atau kekuatan-kekuatan lain yang mengatur
kehidupan baik langsung maupun tidak langsung, berlaku hal-hal sebagai berikut:
• Adanya reinkarnasi bagi semua manusia yang telah meninggal (cut sie)
• Adanya hukum karma bagi semua perbuatan manusia, antara lain tidak mendapat keturunan.
• Leluhur yang telah meninggal (arwah leluhur) pada waktu-waktu tertentu dapat diminta datang untuk dijamu (Ce’ng be’ng)
• Menghormati para leluhur dan orang pandai (tuapekong)
• Kutukan para leluhur, melalui kuburan dan batu nisan yang dirusak (bompay)
• Apa yang dilakukan semasa hidup (di dunia) juga akan dialami di alam akhirat. Kehidupan sesudah mati akan berlaku sama seperti kehidupan di dunia ini namun dalam kualitas yang lebih baik.
• Adanya reinkarnasi bagi semua manusia yang telah meninggal (cut sie)
• Adanya hukum karma bagi semua perbuatan manusia, antara lain tidak mendapat keturunan.
• Leluhur yang telah meninggal (arwah leluhur) pada waktu-waktu tertentu dapat diminta datang untuk dijamu (Ce’ng be’ng)
• Menghormati para leluhur dan orang pandai (tuapekong)
• Kutukan para leluhur, melalui kuburan dan batu nisan yang dirusak (bompay)
• Apa yang dilakukan semasa hidup (di dunia) juga akan dialami di alam akhirat. Kehidupan sesudah mati akan berlaku sama seperti kehidupan di dunia ini namun dalam kualitas yang lebih baik.
d.Upacara-Upacara
Yang Dilaksanakan dalam Kematian
Upacara kematian terdiri
atas empat tahap yaitu sebelum masuk peti , upacara masuk peti dan penutupan
peti , upacara pemakaman dan upacara pemakaman.
- Belum masuk peti
- Upacara masuk peti dan penutupan peti
- Upacara pemakaman
- Upacara sesudah pemakaman
- Semenjak terjadinya kematian, anak-cucu sudah harus membakar kertas perak (uang di akhirat ) merupakan lambang biaya perjalanan ke akhirat yang dilakukan sambil mendoakan yang meninggal.
- Mayat dimandikan dan dibersihkan, lalu diberi pakaian tujuh lapis. Lapisan pertama adalah pakaian putih sewaktu almarhum/almarhumah menikah. Selanjutnya pakaian yang lain sebanyak enam lapis.
- Sesudah dibaringkan; kedua mata, lubang hidung, mulut, telinga, diberi mutiara sebagai lambang penerangan untuk berjalan ke alam lain.
- Di sisi kiri dan kanan diisi dengan pakaian yang meninggal. Sepatu yang dipakai harus dari kain. Apabila yang meninggal pakai kacamata maka kedua kaca harus dipecah yang melambangkan bahwa dia telah berada di alam lain.
- Seluruh keluarga harus menggunakan pakaian tertentu. Anak laki-laki harus memakai pakaian dari blacu yang dibalik dan diberi karung goni. Kepala diikat dengan sehelai kain blacu yang diberi potongan goni. Demikian pula pakaian yang dipakai oleh anak perempuan namun ditambah dengan kekojong yang berbentuk kerucut untuk menutupi kepala. Cucu hanya memakai blacu, sedangkan keturunan ke empat memakai pakaian berwarna biru. Keturunan ke lima dan seterusnya memakai pakaian merah sebagai tanda sudah boleh lepas dari berkabung.
- Mayat harus diangkat oleh anak-anak lelaki almarhum. Sementara itu anakperempuan, cucu dan seterusnya harus terus menangis dan membakar kertas perak, di bawah peti mati. Mereka harus memperlihatkan rasa duka cita yang amat dalam sebagai tanda bakti (uhaouw). Bila kurang banyak (tidak ada) yang meratap, maka dapat menggaji seseorang untuk meratapi dengan bersuara, khususnya pada saat tiba waktunya untuk memanggil makan siang dan makan malam.>
- Sesudah masuk peti, ada upacara penutupan peti yang dipimpin oleh hweeshio atau cayma. Bagi yang beragama Budha dipimpin oleh Biksu atauBiksuni, sedangkan penganut Konfusius melakukan upacara Liam keng.Upacara ini cukup lama, dilaksanakan di sekeliling peti mati dengan satusyarat bahwa air mata peserta pada upacara penutupan peti tidak boleh mengenai mayat. Dalam upacara ini juga dilakukan pemecahan sebuah kaca/cermin yang kemudian dimasukkan ke dalam peti mati. Menurut kepercayaan mereka, pada hari ke tujuh almarhum bangun dan akan melihat kaca sehingga menyadarkan dia bahwa dirinya sudah meninggal.
- Bagi anak cucu yang “berada” (kaya), mulai menyiapkan rumah-rumahan yang diisi dengan segala perabotan rumah tangga yang dipakai semasa hidup almarhum. Semuanya harus dibuat dari kertas. Bahkan diperbolehkan diisi secara berlebih-lebihan, termasuk adanya para pembantu rumahtangga. Semua perlengkapan ini dapat dibeli pada toko tertentu.
- Setiap tamu-tamu yang datang harus di sungkem (di soja) oleh
- anak-anaknya, khusus anak laki-laki.
- Di atas meja kecil yang terletak di depan peti mati, selalu disediakan makanan yang menjadi kesukaan semasa almarhum masih hidup.
- Upacara ini berlangsung berhari-hari. Paling cepat 3 atau 4 hari. Makin lama biasanya makin baik. Dilihat juga hari baik untuk pemakaman.
- Selama peti mati masih di dalam rumah, harus ada sepasang lampion putih yang selalu menyala di depan rumah. Hal ini menandakan bahwa ada orang yang meninggal di rumah tersebut.
- Menjelang peti akan diangkat, diadakan penghormatan terakhir. Dengan dipimpin oleh hwee shio atau cayma, kembali mereka melakukan upacara penghormatan.
- Sesudah menyembah (soja) dan berlutut (kui), mereka harus mengitari peti mati beberapa kali dengan jalan jongkok sambil terus menangis; mengikuti hwee shio yang mendoakan arwah almarhum..
- Untuk orang kaya, diadakan meja persembahan yang memanjang ?2 sampai 5 meter. Di atas meja disediakan macam-macam jenis makanan dan buah-buahan. Pada bagian depan meja diletakkan kepala babi dan di depan meja berikutnya kepala kambing. Makanan yang harus ada pada setiap upacara kematian adalah “sam seng”, yang terdiri dari lapisan daging dan minyak babi (Samcan), seekor ayam yang sudah dikuliti, darah babi, telur bebek. Semuanya direbus dan diletakkan dalam sebuah piring lonjong besar.
- Putra tertua memegang photo almarhum dan sebatang bambu yang diberi sepotong kertas putih yang bertuliskan huruf Cina, biasa disebut “Hoe”. Ia harus berjalan dekat peti mati, diikuti oleh saudara-saudaranya yang lain. Begitu peti mati diangkat, sebuah semangka dibanting hingga pecah sebagai tanda bahwa kehidupan almarhum di dunia ini sudah selesai.
- Dalam perjalanan menuju tempat pemakaman, di setiap persimpangan, semua anak harus berlutut menghadap orang-orang yang mengantar jenasah. Demikian pula setelah selesai penguburan.
- Setibanya di pemakaman, kembali diadakan upacara penguburan. Memohon kepada dewa bumi (“toapekong” tanah) agar mau menerima jenasah dan arwah almarhum, sambil membakar uang akhirat.
- Semua anak – cucu tidak diperkenankan meninggalkan kuburan sebelum semuanya selesai, berarti peti sudah ditutup dengan tanah dalam bentuk gundukan. Di atas gundukan diberi uang kertas perak yang ditindih dengan batu kecil. Masing-masing dari mereka harus mengambil sekepal /segenggam tanah kuburan dan menyimpannya di ujung kekojong.
- Setibanya di rumah, mereka harus membasuh muka dengan air kembang. Sekedar untuk melupakan wajah almarhum.
- Semenjak ada yang meninggal sampai saat tertentu, semua keluarga harus memakai pakaian dan tanda berkabung terbuat dari sepotong blacu yang dilikatkan di lengan atas kiri. Tidak boleh memakai pakaian berwarna ceria, seperti : merah, kuning, coklat, oranye.
- Waktu perkabungan berlainan lamanya, tergantung siapa yang meninggal,
- Untuk kedua orangtua, terutama ayah dilakukan selama 2 tahun.
- Untuk nenek dan kakek dilakukan selama 1 tahun.
- Untuk saudara dilakukan selama 3 atau 6 bulan.
- Di rumah disediakan meja pemujaan, rumah-rumahan dan tempat tidur almarhum. Setiap hari harus dilayani makannya seperti semasa almarhum masih hidup.
Upacara sesudah
pemakaman biasanya terdiri dari :
• Meniga hari (3 hari
sesudah meninggal).
Sesudah 3 hari meninggal
seluruh keluarga melakukan upacara penghomatan dan peringatan di tempat jenasah
berada (pergi ke kuburan almarhum).Mereka membawa makanan, buah-buahan, dupa,
lilin, uang akhirat.Dengan memakai pakaian berkabung/blacu mereka melakukan
upacara penghormatan (soja dan kui).Tak lupa mereka juga menangis dan meratap
sambil membakar uang akhirat.Pulang ke rumah, kembali mencuci muka dengan air
kembang.
• Menujuh hari (7 hari
sesudah meninggal).
Seperti halnya upacara
meniga hari, seluruh keluarga melakukan upacara penghomatan dan peringatan di
tempat jenasah berada (kembali ke kuburan ). Mereka membawa rumah-rumahan,
makanan dan buah-buahan serta uang akhirat. Lilin dan dupa ( hio ) dinyalakan.
Seluruh rumah-rumahan dan sisa harta yang perlu dibakar; dibakar sambil
melakukan upacara mengelilingi api pembakaran. Sesudah selesai, tanah sekepal /
segenggam diambil, diserakkan ke atasnya.
• 40 hari sesudah
meninggal.
Pada hari ke 40 ini
kembali anak – cucu dan keluarga melakukan upacara penghormatan di tempat
jenasah berada ( kuburan). Semua baju duka dari blacu dan karung goni dibuka
dan diganti baju biasa.Mereka masih dalam keadaan berkabung, namun telah rela
melepaskan arwah si almarhum ke alam akhirat.Sebagai tanda tetap berkabung,
semua anak cucu memakai tanda di lengan kiri atas; berupa sepotong kain blacu dan
goni.
• Tiap-tiap tahun
memperingati hari kematian.
Satu tahun dan
tahun-tahun berikutnya, akan selalu diperingati oleh anak cucunya dengan
melakukan ” soja dan kui” sebagai tanda berbakti dan menghormati. Peringatan
tahunan ini berupa upacara persembahan. Bagi keluarga yang berada, di atas meja
persembahan diletakkan berbagai macam makanan, buah-buahan, minuman, antara
lain teh dan kopi, manisan minimum 3 macam, rokok, sirih sekapur, sedangkan
makanan yang paling utama adalah “samseng” 2 pasang, lilin merah sepasang dan
hio.
Senja
hari sebelum upacara, harus dinyalakan lilin merah berpasang-pasang tergantung
pada jumlah orang / leluhur yang akan diundang. Maksud dari upacara ini adalah
meminta kepada dewa bumi (toapekong tanah) untuk membukakan jalan bagi para
arwah yaitu dengan cara membakar uang akhirat (kertas perak dan kertas emas)
Daftar Pustaka
Arifin Prof. HM, Menguak
Misteri Ajaran Agama-Agama Besar Dunia, Jakarta: Citra Mandala
Pratama,1987.
http:// universal.
Hermantan.com/2009/05/gambaran perkembangan agama tao- Indonesia
tanggal 19 Maret 2012,
jam
09.00
Hadi kusuma, hilma.Antopologi
agama,bandung : Citra Aditya bakti, 1993.
Sou yb, Josef, agama-agama
besar di dunia Jakarta: husna Zikra, 1996
Tanggok, Ikhsan, Mengenal
Lebih Dekat Agama tao, Jakarta : UIN Jakarta Press, 2006.
[1] Prof. H.M Arifin. M. Ed.
Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar.h.40
[2] Joesoef Sou’yb. Agama-Agama
besar Dunia
[3]Tanggok, Ikhsan, Mengenal
Lebih Dekat Agama tao,(Jakarta : UIN Jakarta Press, 2006.
[4]http:// universal.
Hermantan.com/2009/05/gambaran perkembangan agama tao-
Indonesia
[5]Arifin Prof. HM, Menguak
Misteri Ajaran Agama-Agama Besar Dunia,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar