A. Ajaran Konfusius
Ajaran Konfusianisme atau Kong
Hu Cu (juga: Kong Fu Tze atau Konfusius) dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao yang
berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur.
Khonghucu memang bukanlah pencipta agama ini melainkan beliau hanya
menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya seperti apa yang
beliau sabdakan: "Aku bukanlah pencipta melainkan Aku suka akan
ajaran-ajaran kuno tersebut". Meskipun orang kadang mengira bahwa
Khonghucu adalah merupakan suatu pengajaran filsafat untuk meningkatkan moral dan menjaga etika manusia. Sebenarnya kalau orang mau memahami secara benar
dan utuh tentan,g Ru Jiao atau Agama Khonghucu, maka orang akan tahu
bahwa dalam agama Khonghucu (Ru Jiao) juga terdapat Ritual yang harus dilakukan
oleh para penganutnya. Agama Khonghucu juga mengajarkan tentang bagaimana
hubungan antar sesama manusia atau disebut "Ren Dao" dan bagaimana
kita melakukan hubungan dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao)
yang disebut dengan istilah "Tian" atau "Shang Di".
Ajaran falsafah ini diasaskan oleh Kong Hu
Cu yang dilahirkan pada
tahun 551 SM Chiang Tsai
yang saat itu berusia 17 tahun. Seorang yang bijak sejak masih kecil dan
terkenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur 32 tahun, Kong Hu Cu
banyak menulis buku-buku moral, sejarah, kesusasteraan dan falsafah yang banyak
diikuti oleh penganut ajaran ini. Ia meninggal dunia pada tahun 479 SM.
Konfusianisme mementingkan
etika yang mulia dengan menjaga
hubungan antara manusia di langit dengan manusia di bumi dengan baik. Penganutnya
diajar supaya tetap mengingat nenek moyang seolah-olah roh mereka hadir di
dunia ini. Ajaran ini merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajar
bagaimana manusia bertingkah laku.
Konfusius tidak menghalangi orang
Tionghoa menyembah keramat dan penunggu tapi hanya yang patut disembah, bukan
menyembah barang-barang keramat atau penunggu yang tidak patut disembah, yang
dipentingkan dalam ajarannya adalah bahwa setiap manusia perlu berusaha
memperbaiki moral.
Ajaran ini dikembangkan oleh muridnya
Mensius[1] ke seluruh Tiongkok dengan beberapa perubahan. Antara lain, Kong Hu Cu disembah sebagai seorang dewa dan falsafahnya menjadi agama baru, meskipun dia sebenarnya adalah manusia biasa. Pengagungan yang luar biasa akan Kong Hu Cu telah mengubah falsafahnya
menjadi sebuah agama dengan diadakannya perayaan-perayaan tertentu untuk
mengenang Kong Hu Cu.[2]
Nabi
Para nabi Ru Jiao di antaranya:
1. Nabi Purba Fu Xi 2952 – 2836 SM
- Fu Xi beristrikan Nabi Nu Wa (Lie Kwa, Hokian) yang menciptakan Hukum Perkawinan
2. Nabi Purba Shen Nong
2838 – 2698 SM
3. Nabi Purba Huang Di
2698 – 2596 SM
- Istrinya, Nabi Lei Zu adalah penemu sutra yang ditenunnya dari kepompong ulat sutra dan bersama Huang Di menciptakan alat tenun, pakaian Hian Ik (pakaian harian) dan Hong Siang (pakaian upacara).
4. Nabi Purba Yao 2357 –
2255 SM
5. Nabi Purba Shun 2255
– 2205 SM
6. Nabi Purba Da Yu 2205 – 2197 SM
7. Nabi Purba Shang Tang
1766 – 1122 SM
8. Nabi Wen, Wu
Zhou-gong 1122 – 255 SM
10. Nabi Ferdi Zhi
480-499 SM
Intisari ajaran Khong Hu Cu
- Delapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui) dalam agama Khonghucu:
- Sepenuh Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Cheng Xin Huang Tian)
- Sepenuh Iman menjunjung Kebajikan (Cheng Juen Jie De)
- Sepenuh Iman Menegakkan Firman Gemilang (Cheng Li Ming Ming)
- Sepenuh Iman Percaya adanya Nyawa dan Roh (Cheng Zhi Gui Shen)
- Sepenuh Iman memupuk Cita Berbakti (Cheng Yang Xiao Shi)
- Sepenuh Iman mengikuti Genta Rohani Nabi Kongzi (Cheng Shun Mu Duo)
- Sepenuh Iman memuliakan Kitab Si Shu dan Wu Jing (Cheng Qin Jing Shu)
- Sepenuh Iman menempuh Jalan Suci (Cheng Xing Da Dao)
B.
Etika Dalam Konghucu
Dengan dasar keimanan Agama Khonghucu,
diturunkanlah ajaran moral dan etika yang langsung menyangkut prilaku di dalam
penghidupan yang bersifat praktis. Dalam hal ini wajib dicamkan bahwa
betapapun indah, praktis dan bermanfaatnya ajaran itu, tanpa dasar keimanan
yang mantap maka akan menjadi dangkal dan gersang. Sayangnya, banyak orang
mempelajari dan melihat Agama Khonghucu hanya dari segi moral dan etika yang
bersifat praktis saja tanpa mau tahu dasar keimanannya. Jelas cara yang
demikian itu tidak tepat dan hasilnya akan jauh dari kebenaran.
Sesungguhnya ajaran moral etika itu adalah
sekedar penjabaran daripada keimanan Konfusiani. Karena itu, bila di bawah ini
dipetikkan beberapa ajaran moral dan etika Konfusiani, perlu disadari bahwa
semuanya itu tidak dapat dilepaskan, bahkan berpadu erat dengan dasar-dasar
keimanan Agama Khonghucu. Dengan demikian sajalah dapat dihindari kesalahan
yang sesungguhnya tidak perlu.
Ajaran Iman Agama Khonghucu membimbingkan umat mengimani bahwa hidup manusia adalah oleh firman TIAN dan firman itu menjadi Watak Sejatinya yang merupakan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan, maka hidup manusia wajib berupaya mampu satya menegakkan firman dengan menggemilangkan kebajikan yang dikaruniakan itu.
Ajaran Iman Agama Khonghucu membimbingkan umat mengimani bahwa hidup manusia adalah oleh firman TIAN dan firman itu menjadi Watak Sejatinya yang merupakan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan, maka hidup manusia wajib berupaya mampu satya menegakkan firman dengan menggemilangkan kebajikan yang dikaruniakan itu.
Menggemilangkan kebajikan
tidak berarti hanya membangun kesucian dan kecerahan bagi diri sendiri tetapi
wajib mengamalkan di dalam kehidupan ini. Itulah yang wajib terus menerus
diupayakan agar mampu mencapai puncak baik. Hal ini menyangkut bagaimana wajib
menjalin hubungan yang indah dan baik kepada TIAN Tuhan Khaliq Semesta Alam, Di
atau bumi yang menjadi pendukung kehidupannya maupun kepada sesama manusia dan
sesama makhluk, sehingga terjalin hubungan yang harmonis di dalam San Cai: Tian
Di Ren atau Tuhan Yang Maha Esa, Semesta Alam dan manusia serta segenap
makhluk.
Berikut adalah beberapa
point penting yang menyangkut moral dan etika Khonghucu / Konfuciani :[3]
1. Satya Dan Tepasarira / Zhong Shu
2. Tripusaka : Bijaksana, Cinta Kasih, Berani
/ Zhi, Ren, Yong,
3. Bakti
Dan Rendah Hati / Xiao Ti
4.
Satya Dan Dapat Dipercaya / Zhong Xin
5.
Kesusilaan Dan Kebenaran / Li Yi
6. Suci Hati Dan Tahu Malu / Lian Chi
7. Hormat Dan Sungguh-Sungguh / Gong Jing
8. Sederhana Dan Suka Mengalah / Qian Rang
9. Tengah Tepat Dan Lurus / Zhong Zheng
10. Memperbaiki Kesalahan / Gai Guo
11. Menegakkan Jasa / Li Gong
12. Akrablah Kepada Para Bijaksana / Qin Xian
13. Membenci Kepalsuan / E Wei
14. Mengerti Orang Lain / Zhi Ren
15. Menuntut Diri Sendiri / Qiu Ji
16. Melindungi Diri / Bao Shen
17. Bahagia Di Dalam Jalan Suci / Le Dao
18. Melaksanakan Ajaran Agama Dengan Sungguh
/ Gong Xing
19. Yang Berpribadi Susilawan / Junzi
20. Cinta Belajar / Hao Xue
21. Hati-Hati / Cermat Berfikir / Shen Si
22. Satu Prinsip Yang Menembus Semuanya / Yi
Guan Zhi Dao
23. Menuntut Kenyataan / Qiu Shi
24. Menjaga Kewajaran / Shou Chang
25. Miliki Keuletan Semangat / You Heng
26. Meluruskan Diri / Zheng Ji
27.
Mengatur Pekerjaan / Qiu Zhi
Cara yang terbaik untuk mengetahui seperti apa
ajaran-ajaran etika yang diajarkan oleh Khonghucu (551-479 SM) kepada para
pengikurtnya tidak ada jalan lain kecuali harus mempelajari kitab-kitab yang
memuat ajaran Khonghucu. Kitab-kitab yang memuat ajaran Khonghucu tersebut juga
diyakini oleh umat Khonghucu sebagai kitab suci. Kitab-kitab suci yang memuat
ajaran etika Khonghucu itu adalah: Kitab Su Si (Kitab yang empat) dan Kitab Haw
King (Kitab bakti).
Ajaran-ajaran Khonghucu yang terdapat dalam
kitab-kitab sucinya terutama Su Si dan Haw King, tampaknya Khonghucu sangat
menekankan pentingnya nilai-nilai etika, baik itu dalam kehidupan rumah tangga,
di masyarakat, dan di pemerintahan. Menurut Khonghucu etika itu penting untuk
mencapai tujuan yang lebih besar. Untuk mencapai tujuan yang lebih besar itu,
Khonghucu menganjurkan agar dimulai dari yang lebih kecil. Dengan kata lain,
apabila kita hendak mewujudkan perdamaian dunia, hendaklah dimualai dari
kehidupan rumah tangga. Hal ini dapat dilihat dari perkataan Khonghucu dalam
kitab Thai Hak 1: 4-5, sebagai berikut:
“Maka
orang zaman dahulu yang hendak menggemilangkan kebijakannya yang bercahaya pada
tiap umat di dunia, ia terlenih dahulu berusaha mengatur negerinya, ia terlebih
dahulu berusaha membereskan rumah tangganya; untuk membereskan rumah tangganya,
ia lebih dahuu membina dirinya; untuk membina dirinya, terlebih dahulu
meluruskan hatinya; untuk meluruskan hatinya, ia lebih terlebih dahulu
mengimankan tekadnya; untuk mengimankan tekadnya, ia terlebih dahulu
mencukupkan pengetahuannya;dan untuk mencukupkan pemgetahuannya, ia meneliti
hakikat tiap perkara” (ayat 4) “Dengan meneliti hakikat setiap perkara, dapat
cukuplah pengetahuannya; dengan cukup pengetahuannya, akan dapatlah mengimankan
tekadnya; dengan tekadnya yang beriman, akan dapatlah meluruskan hatinya;
dengan hati yang lurus, akan dapatlah membina dirinya; dengan diri yang
terbina, akan dapatlah membereskan rumah tangganya; dengan rumah tangga yang
beres, akan dapatlah mengatur negerinya; dan dengan negerinya yang teratur,
akan dapat dicapai damai di dunia.” (ayat 5).[4]
C. Pandangan Bangsa Tiongkok
Kuna Tentang Harmonisasi
Seorang sarjana Tiongkok, Dr. Lin Yu Tang, menyatakan
bahwa “Budi” itu adalah kekuatan yang mencari keselarasan dengan dunia sekitarnya
yaitu suatu sikap kejiwaan yang terpuji dalam keseluruhan bentuk hidup yang
luas sesuai dengan hukum dunia yang paling tinggi yakni hukum Tao. Lidah
manusia tidak mampu merumuskan dengan kata-kata apapun juga tentang Tao itu.
Sikap kejiwaan yang demikian itu dapat membuka diri pribadi mereka. Tiongkok
mempunyai tiga macam agama, ketiganya merupakan satu agama. Ketiga agama
tersebut adalah Konfusianisme, Taoisme dan Buddhisme.[5]
Mengingat kuatnya tradisi, pandangan hidup rohaniah yang
berlatar belakang pada kepercayaan terhadap hal-hal gaib, dapat dikatakan hidup
keberagamaan bangsa Tiongkok adalah animisme yang dipadu dengan theisme.
Selain itu bangsa Tiongkok kuna selalu mengadakan upacara
dengan tujuan untuk menghirmati dewa-dewa. Upacara selalu ditetapkan pada saat
yang khusus dalam kehidupan manusia. Sikap pemujaan ini menimbulkan hal-hal
yang tabu dan sakraldalam kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, kehidupan
masyarakat Tiongkok kuna baik kalangan bangsawan maupun rakyat jelata selalu
diikat dengan peraturan yang bertujuan mempertahankan adanya harmonisasi antara
satu dengan yang lain, antara manusia dengan makhluk lainnya, antara bawahan
dengan atasan, antara manusia dengan makhluk lainnya, antara susunan dunia
dengan susunan yang ada di langit, dan antara manusia dengan alam sekitarnya.[6]
C.J. Bleeker
mengatakan bahwa bentuk awal dari konsep kebragamaan orang Cina itu
terdiri dari: pemujaan alam, pemujaan atau penghormatan pada leluhur, dan
pemujaan terhadap langit.
1. San Kang (Tiga Hubungan)
Pengertian dari
San Kang atau tiga hubungn dari tata krama ini adalah sebagai berikut:[7]
a.
Hubungan seorang raja dengan menterinya atau hubungan atasan dengan
bawahannya.
Untuk melihat bagaimana pandangan konghucu tetang hubungan
atasan dengan bawahan ini, dapat dilihat ungkapan konghucu berikut ini:
“seorang raja memperlakukan mentrinya dengan Li (kesopanan
atau penuh dengan budi pekerti yang baik). Seorang Mentri mengabdi kepada Raja
dengan kesetiaannya.” (Lun Gi III : 19).
Pengertiannya
seorang pemimpin yang bijak akan senantiasa melihat kesejahteraan bawahannya
dengan penuh tanggung jawab.
Demikian juga sebaliknya seorang bawahan yang baik akan selalu senantiasa
melaksanakan kewajibann tugasnya dengan taat.
b.
Hubungan Orang Tua dengan
Anak.
Selain membicarakan hubungan Raja dengan Menteri dan
sebaliknya Menteri dengan Raja, konghucu juga bicara tentang hubungan Bapak
dengan anaknya, dan juga sebaliknya hubungan Anak dengan Orang Tuanya. Hubungan
ayah dengan anak ini dapat
dilihat dalam perkataan konghucu sebagai berikut: “Raja berfungsi sebagai Raja,
Mentri berfungsi sebagai Menteri, Ayah berfungsi sebagai Ayah dan Anak berfungsi sebagai
Anak.” (Lun Gi XII : 11) jika kesemuanya ini dapat berfungsi sesuai dengan
norma yang berlaku, akan terwujudlah keharmonisan dalam keluarga dan
masyarakat.
c.
Hubungan suami dengan istri.
Bagi Konghucu hubungan suami dengan istri haruslah juga
didasarkan pada sifat-sifat yang baik dan terpuji. Seorang suami harus dapat
menghormati istrinya dan begitu juga sebaliknya, seorang istri harus dapat
menghormati suaminya. Hal ini dapat dilihat dari kata-kata Mencius di bawah ini
:
“menurut (mengikuti) sifat-sifat yang benar itulah jalan
suci bagi seorang wanita. “(Mencius III, 2:2) istri yang baik itu adalah istri
yang tunduk dan patuh terhadap perintah suaminya, dan istri yang tidak baik
adalah istri yang selalu melanggar perintah suaminya. Perintah suami yang
semestinya diikuti oleh istri adalah perintah yang tidak bernuansa keburukan.
Jika perintah suami itu tidak baik, tidak seharusnya perintah yang tidak
diikuti oleh sang istri. Perkataan Mencius (murid konghucu) ini juga
menyiratkan pengertian bahwa sifat-sifat yang benar itu adalah petunjuk dari
Yang Maha Kuasa. Jika seorang istri menjalani sifat-sifat yang benar tersebut
berarti ia telah mengikuti petunjuk Thian.
2. Ngo Lun (Lima Norma
Kesopana dalam
Masyarakat)
Ngo Lun itu
disebut sebagai Wu Luen, yang artinya juga “Lima norma kesopanan dalam
masyarakat”. Baik Ngo Lun maupun Wu Luen, mempunyai arti yang sama.
Konsep tentang lima hubungan yang merupakan unsur penting
dari kehidupan sosial, dalam
pandangan Konfusius adalah hubungan antara ayah dan anak, kakak dan adik, suami
dan istri, sahabat muda dan sahabat tua, dan penguasa
dengan rakyatnya. Oleh karena itu demi kebaikan masyarakat hubungan-hubungan
ini perlu sekali ditata secara tepat. Tidak satupun dari hubungan ini yang
sifatnya sementara. Dalam setiap hal, tanggapan yang berbeda diperlukan bagi
kedua belah pihak. Seorang ayah harus bersifat kasih dan seorang anak harus
bersikap patuh. Seorang kakak lembut, dan adik hormat. Seorang suami baik dan
seorang istri “mendengarkan”. Seorang sahabat tua penuh dengan pertimbangan,
seorang sahabat muda hormat. Seorang penguasa murah hati dan rakyatnya setia.[8]
Dalam bidang sosial, Konfusius menekankan
perasaan berkawan atau timbal balik, penanaman rasa simpati dan kerja sama,
yang harus dimulai dari lingkungan keluarga dan selanjutnya meluas setingkat
demi setingkat masuk kedalam bidang persekutuan yang lebih luas. Ia menekankan
lima macam hubungan manusia yang pokok yang sudah menjadi teradisi dalam
kehidupan orang-orang Cina, yaitu : (1) hubungan antara pengausa dan
warganegara; (2) hubungan ayah dan lelaki; (3) hubungan kakak laki-laki dan
adik laki-laki; (4) hubungan suami dan istri; (5) hubungan teman dengan teman. [9]
Sebelumnya sudah
dibicarakan pengertian San Kang (tiga hubungan), namun dalam pembicaraan
mengenai Ngo Lun tersebut sama seperti San Kang, akan tetapi ditambah dua
pengertian lagi. Penambahan kedua hubungan tersebut adalah sebagai berikut:[10]
a. Hubungan saudara
dengan saudara.
Proses hubungan saudara dengan saudara ini dapat dilihat
dalam perkataan-perkataan Konghucu berikut ini :
“seorang
muda, di rumah hendaklah berlaku bakti, di luar (rumah) hendaklah bersikap
rendah hati, hati-hati sehingga dapat dipercaya, menaruh cinta kepada
masyarakat, dan berhubungan erat dengan orang yang berperi cinta kasih” (Lun
Gi, I : 6)
b. Hubungan teman dengan
teman.
Konghucu tidak hanya menekankan pentingnya hubungan antara
raja dengan menteri, orang tua dengan anak, yang tua dengan muda, namun ia juga menekankan pentingnya hubungan
antara teman dengan teman. Sehubungan dengan itu, Konghucu mengatakan :
“ada
tiga macam sahabat yang membawa manfaat dan ada tiga macam sahabat yang membawa
celaka. Seorang sahabat yang lurus, yang jujur, dan yang berpengetahuan luas, akan membawa manfaat. Seorang sahabat
yang licik, yang lemah dalam hal-hal yang baik, dan hanya pandai memutar lidah
akan membawa celaka. “ (Lun Gi, XIV : 4)
3. Sifat-sifat Mulia
dalam Ajaran Khonghucu
1. Wu Chang (lima sifat
yang mulia)[11]
Lima sifat yang mulia (Wu Chang) terdiri
dari:
a. Ren/Jin: cinta kasih,
rasa kebenaran, kebajikan, tahu diri, halus budi pekerti (sopan santun) serta
dapat menyelami perasaan orang lain.
b. I/Gi, yaitu: rasa
solidaritas, senasib sepenanggungan dan rasa mrmbela kebenaran.
c. Li atau Lee, yaitu:
sopan santun, tata krama, dan budi pekerti.
d. Ce atau Ti, yaitu:
bijaksana atau kebijaksanaan (wisdom), pengertian dan kearifan.
e. Sin, kepercayaan,
rasa untuk dapat dipercaya oleh orang lain serta dapat memegang janji dan
menepati janji.
Ø Lima Sifat Kekekalan
(Wu Chang):
a. Ren – Cintakasih
Dalam
Kitab Suci Agama Khonghucu (SI SHU), pembahasan tentang Cinta Kasih terdapat
pada Kitab Ajaran Besar sebanyak 1 Pasal 2 ayat, Kitab Tengah Sempurna 1 pasal
2 ayat, Kitab Sabda Suci 12 pasal 34 ayat dan Kitab Meng Zi 8 pasal 19 ayat.
Pada Kitab Sabda Suci XII : 1 menyatakan Cinta Kasih itu adalah mengendalikan
diri pulang kepada kesusilaan dan sangat tergantung kepada usaha diri sendiri,
maka Nabi Bersabda, "Yang tidak susila jangan dilihat, Yang tidak susila
jangan di dengar, Yang tidak susila jangan dibicarakan, dan Yang tidak susila
jangan dilakukan". Pada ayat lain, Sabda Nabi menyatakan bahwa "apa
yang diri sendiri tiada inginkan, janganlah diberikan kepada orang
lain".Disamping beberapa ayat tersebut di atas telah menjadi pegangan
hidup bagi umat Khonghucu, ada 2 ayat lagi yang tidak asing ditelinga yaitu :
"Seorang yang berperi Cinta Kasih ingin dapat tegak, maka berusaha agar
orang lain pun tegak ; ia ingin maju, maka berusaha agar orang lain pun
maju". (Sabda Suci VI : 30 : 3)."Seorang yang berperi Cinta
Kasih rela menderita lebih dahulu dan membelakangkan keuntungan. Demikianlah
orang yang berperi Cinta Kasih.
b.
Yi - Kebenaran/Keadilan/Kewajiban
Pembahasan tentang kebenaran/ keadilan
terdapat pada Kitab Ajaran Besar sebanyak 2 pasal 2 ayat. Tengah Sempurna 3
pasal 6 ayat, Sabda Suci 4 pasal 5 ayat dan Meng Zi 6 pasal 8 ayat. Kebenaran
itu adalah kewajiban hidup dan jalan lurus, seringkali disebut bahwa kebenaran
adalah Jalan sedangkan kesusilaan adalah pintu. Maka dikatakan apabila hendak
menemui seorang bijaksana dengan tidak memakai cara yang berlandas Jalan Suci,
laksana menyuruh orang masuk rumah tetapi menutup pintu". (Meng Zi VB:
7:8).Dalam Kitab Meng Zi IIIB: 9:9, menyatakan bahwa Ajaran Yang Cu hanya
mengutamakan diri sendiri. Tidak mau mengakui adanya pemimpin. Bik Cu
mengajarkan Cinta yang menyeluruh sama ; tidak mengakui adanya orang tua
sendiri ! yang tidak mengakui adanya orang tua sendiri dan adanya pemimpin
sesungguhnya hanya burung atau hewan saja. Kalau ajaran Yang Cu dan Bik Cu tidak
dipadamkan, jalan Suci Kong Zi tidak akan dapat bersemi ; kata-kata jahat itu
akan membodohkan rakyat, menimbuni Cinta Kasih dan kebenaran. Bila Cinta Kasih
dan Kebenaran tertimbun, ini seperti menuntun binatang memakan manusia, bahkan
mungkin manusia makan manusia.Oleh karena itu bahwa ajaran yang tidak mengakui
adanya orang tua sendiri dan adanya pemimpin sangat bertentangan dengan
kebenaran/ keadilan. Sedangkan ajaran Nabi Agung Kong Zi memposisikan Laku
Bakti kepada orang tua di atas segala-galanya setelah Tuhan dan Nabi.
c.
Li - Kesusilaan, Kepantasan
Pembahasan tentang Kesusilaan terdapat pada
Kitab Tengah Sempurna sebanyak 4 pasal 6 ayat, Sabda Suci 16 pasal 40 ayat dan
Meng Zi 8 pasal 16 ayat. Dalam kamus Bahasa Indonesia susunan W.J.S.
Poerwadarminta arti kata dari kesusilaan adalah kesopanan ; sopan santun,
keadaban. Pada jaman sekarang, kesopanan atau kesusilaan sudah merupakan barang
mahal. Maksudnya adalah semakin langka orang berlaku sopan terhadap orang
tuanya, saudara-audara tuanya, orang-orang lain yang lebih tua. Perkembangan
ini menunjukkan suatu kemerosotan moral dan cukup memprihatinkan. Dalam banyak
hal yang akan kita lakukan, Nabi Agung Kong Zi memberikan Sabda,
"Melakukan hormat tanpa tertib kesusilaan, akan menjadikan orang repot.
Berhati-hati tanpa tertib kesusilaan, akan menjadikan orang serba takut. Berani
tanpa tertib kesusilaan, akan menjadikan orang suka mengacau. Dan jujur tanpa
tertib kesusilaan, akan menjadikan orang berlaku kasar". (Sabda Suci VIII
: 2). Jadi setiap perbuatan, menurut kita sudah baik dan benar masih perlu
diukur dengan parameter kesusilaan. Agar apa yang telah dihasilkan (Out-putnya)
masih dalam kerangka harmonis, seimbang dan selaras.Disamping itu, dalam Sabda
Suci XX : 3 : 2 menyatakan bahwa, "Yang tidak mengenal Kesusilaan, ia
tidak dapat teguh pendirian". Dengan demikian setiap Insan dituntut untuk
mengenal Kesusilaan. Agar hubungan sesama manusia di dalam keluarga, masyarakat
dan negara adanya keharmonisan. Dan pada ayat lain ditegaskan oleh Nabi, "Tegakkan
Pribadimu dengan kesusilaan". Hal ini menunjukkan bahwa segala sesuatu
harus dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu.
d.
Zhi – Bijaksana
Pembahasan tentang kebijaksanaan terdapat
pada Kitab Ajaran Besar sebanyak 4 pasal 10 ayat, Tengah Sempurna 5 pasal 5 ayat,
Sabda Suci 14 pasal 42 ayat dan Meng Zi 9 pasal 23 ayat. Kebijaksanaan asal
kata dari bijak artinya pandai, mahir, selalu menggunakan akal budinya (W.J.S.
Poerwadarminta). Nabi bersabda, "Orang yang memahami ajaran lama lalu
dapat menerapkan pada yang baru, dia boleh dijadikan guru". (Tengah
Sempurna XXVI : 6). Kata-kata atau ungkapan yang bijak selalu berlaku sepanjang
masa, maka Nabi Agung Kong Zi dijuliki Nabi Sepanjang Masa.Dalam kehidupan kita
sehari-hari, bagaimana cara agar kita dapat bertindak bijak ? Dalam Kitab Sabda
Suci III:21:2, menyatakan, "Hal yang sudah terjadi tidak perlu
dipercakapkan, hal yang sudah terlanjur tidak perlu dicegah, dan hal yang sudah
lampau tidak perlu disalah-salahkan".
Dalam hal ini di anjurkan bahwa Orientasi
kita adalah kedepan, sedangkan kejadian-kejadian terdahulu merupakan guru atau
pengalaman hidup untuk melangkah kedepan, dan selalu memperbaiki serta
memperbaharui diri setiap hari.Berhubungan dengan keadaan tersebut di atas,
ayat lain menganjurkan, "Balaslah kejahatan dengan kelurusan dan balaslah
kebajikan dengan kebajikan". Artinya apabila ada orang berbuat jahat atau
jahil kepada kita, maka sadarkanlah orang tersebut dengan perbuatan kita dan
apabila orang berbuat baik kepada kita, maka kita juga wajib berlaku baik
kepada orang yang bersangkutan.
Menurut Huston smith Li mempunyai dua arti.
Arti pertama adalah kesopanan, yaitu cara bagaimana seharusnya segala sesuatu
harus dilakukan. Konfusius berpendapat bahwa jika individu-individu harus
memulai segala sesuatu dari awal, maka tidak banyak yang akan dicapainya dalam
mencari keindahan dan kebaikan. Mereka memerlukan contoh. Konfusius ingin
menampilkan contoh-contoh terbaik dari kehidupan sosial yang telah ditemukan
agar di perhatikan seluruh masyarakat, sehingga setiap orang dapat memandang,
mengingat, da mencontohnya.[12]
e.
Xin - Dapat dipercaya
Pembahasan tentang dapat dipercaya terdapat
pada Kibab Ajaran Besar sebanyak 1 pasal 1ayat, Tengah Sempurna 1 pasal 1 ayat,
Sabda Suci 6 pasal 7 ayat dan Meng Zi 1 pasal 1 ayat. "Kalau memegang
sikap dapat dipercaya itu dilandasi kebenaran, maka kata-katanya akan dapat
ditepati. Kalau sikap hormat itu dilandasi tata susila, niscaya menjauhkan malu
dan hina. Kalau dapat dekat kepada orang yang patut (Karena jiwanya yang luhur),
ia akan mendapatkan pembimbing yang boleh dijunjung". (Sabda Suci I:13).
Sikap dapat dipercaya ini memungkinkan manusia mencapai cita-citanya, sedangkan
kesombongan dan keangkuhan akan mengakibatkan hilangnya harapan.Dalam kehidupan
kita ini setiap manusia menghendaki orang lain bertindak jujur dan dapat
dipercaya. Padahal belum tentu dirinya dapat bertindak demikian. Jadi Insan
yang mana pun bila berlaku dapat dipercaya akan diterima di mana pun ia berada.
2. Pa Te (delapan sifat mulia)
a. Siau/Hau dapat
diartikan rasa bakti yang tulus terhadap orangtua, guru, dan leluhur.
b. Thi/ Tee dapat
diartikan sebagai rasa hormat terhadap yang lebih tua di antara saudara.
c. Cung/Tiong dapat
diartikan sebagai setia terhadap atasan, setia terhadap teman dan kerabat.
d. Sin dapat diartikan
kepercayaan, rasa untuk dapat dipercaya atau dapat menepati janji.
e. Lee / Li dapat
diartikan sebagai sopan santun, tata krama, dan budi pekerti.
f. I / Gi dapat
diartikan sebagai rasa solidaritas, rasa senasib dan sepenaggungan, dan mau
membela kebenaran serta menolak hal-hal yang dirasakan tidak baik dalam hidup
ini.
g. Lien / Liam dapat
diartikan mempraktekkan cara hidup yang sederhana dan tidak melakukan
penyelewengan.
h. Che / Thi diartikan
dapat menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang amoral atau hal-hal yang
dapat merusak moral.
Smith, Huston. Agama-Agama Manusia Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta : 2008
Ali, Mukti. Agama-agama di Dunia. IAIN
Sunan Kalijaga Press. Jogjakarta : 1988
Arifin.
HM. Menguak Misteri Ajaran-ajaran
Besar. Jakarta: Golden Taylor, 1995.
[1] Mensius
(Hanzi: 孟子,
hanyu pinyin: Mengzi/Bingcu) (sekitar 372 SM - 289 SM) adalah seorang filsuf
Tiongkok. Ia adalah penerus ajaran Khonghucu/Kongzi
yang hidup sekitar 300 tahun setelah wafatnya Khonghucu. Ia telah banyak
belajar dari cucu Khonghucu yang bernama Zi Si/Cu Su yang membukukan Kitab Zhong Yong/Tengah
Sempurna salah satu bagian dari Kitab Shi Shu yang merupakan tuntunan
Keimanan bagi para penganut agama 'Ru' atau Khonghucu.
[5]HM. Arifin. Menguak Misteri Ajaran-ajaran
Besar, Jakarta: Golden Taylor, 1995. hal.26
[12]Huston Smith. Agama-Agama Manusia Yayasan.
Obor Indonesia. Jakarta : 2008. hal 212