Selasa, 29 Mei 2012

Ajaran Konghucu Tentang Etika


A.     Ajaran Konfusius

            Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu (juga: Kong Fu Tze atau Konfusius) dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao yang berarti agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Khonghucu memang bukanlah pencipta agama ini melainkan beliau hanya menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya seperti apa yang beliau sabdakan: "Aku bukanlah pencipta melainkan Aku suka akan ajaran-ajaran kuno tersebut". Meskipun orang kadang mengira bahwa Khonghucu adalah merupakan suatu pengajaran filsafat untuk meningkatkan moral dan menjaga etika manusia. Sebenarnya kalau orang mau memahami secara benar dan utuh tentan,g Ru Jiao atau Agama Khonghucu, maka orang akan tahu bahwa dalam agama Khonghucu (Ru Jiao) juga terdapat Ritual yang harus dilakukan oleh para penganutnya. Agama Khonghucu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan antar sesama manusia atau disebut "Ren Dao" dan bagaimana kita melakukan hubungan dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang disebut dengan istilah "Tian" atau "Shang Di".
            Ajaran falsafah ini diasaskan oleh Kong Hu Cu yang dilahirkan pada tahun 551 SM Chiang Tsai yang saat itu berusia 17 tahun. Seorang yang bijak sejak masih kecil dan terkenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur 32 tahun, Kong Hu Cu banyak menulis buku-buku moral, sejarah, kesusasteraan dan falsafah yang banyak diikuti oleh penganut ajaran ini. Ia meninggal dunia pada tahun 479 SM.
            Konfusianisme mementingkan etika yang mulia dengan menjaga hubungan antara manusia di langit dengan manusia di bumi dengan baik. Penganutnya diajar supaya tetap mengingat nenek moyang seolah-olah roh mereka hadir di dunia ini. Ajaran ini merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajar bagaimana manusia bertingkah laku.
            Konfusius tidak menghalangi orang Tionghoa menyembah keramat dan penunggu tapi hanya yang patut disembah, bukan menyembah barang-barang keramat atau penunggu yang tidak patut disembah, yang dipentingkan dalam ajarannya adalah bahwa setiap manusia perlu berusaha memperbaiki moral.
            Ajaran ini dikembangkan oleh muridnya Mensius[1] ke seluruh Tiongkok dengan beberapa perubahan. Antara lain,  Kong Hu Cu disembah sebagai seorang dewa dan falsafahnya menjadi agama baru, meskipun dia sebenarnya adalah manusia biasa. Pengagungan yang luar biasa akan Kong Hu Cu telah mengubah falsafahnya menjadi sebuah agama dengan diadakannya perayaan-perayaan tertentu untuk mengenang Kong Hu Cu.[2]
Nabi
Para nabi Ru Jiao di antaranya:
1.      Nabi Purba Fu Xi  2952 – 2836 SM
    • Fu Xi beristrikan Nabi Nu Wa (Lie Kwa, Hokian) yang menciptakan Hukum Perkawinan
2.      Nabi Purba Shen Nong 2838 – 2698 SM
3.      Nabi Purba Huang Di 2698 – 2596 SM
    • Istrinya, Nabi Lei Zu adalah penemu sutra yang ditenunnya dari kepompong ulat sutra dan bersama Huang Di menciptakan alat tenun, pakaian Hian Ik (pakaian harian) dan Hong Siang (pakaian upacara).
4.      Nabi Purba Yao 2357 – 2255 SM
5.      Nabi Purba Shun 2255 – 2205 SM
6.      Nabi Purba Da Yu  2205 – 2197 SM
7.      Nabi Purba Shang Tang 1766 – 1122 SM
8.      Nabi Wen, Wu Zhou-gong 1122 – 255 SM
9.      Nabi Besar Kong Zi 551 – 479 SM
10.  Nabi Ferdi Zhi 480-499 SM

Intisari ajaran Khong Hu Cu

  • Delapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui) dalam agama Khonghucu:
    • Sepenuh Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Cheng Xin Huang Tian)
    • Sepenuh Iman menjunjung Kebajikan (Cheng Juen Jie De)
    • Sepenuh Iman Menegakkan Firman Gemilang (Cheng Li Ming Ming)
    • Sepenuh Iman Percaya adanya Nyawa dan Roh (Cheng Zhi Gui Shen)
    • Sepenuh Iman memupuk Cita Berbakti (Cheng Yang Xiao Shi)
    • Sepenuh Iman mengikuti Genta Rohani Nabi Kongzi (Cheng Shun Mu Duo)
    • Sepenuh Iman memuliakan Kitab Si Shu dan Wu Jing (Cheng Qin Jing Shu)
    • Sepenuh Iman menempuh Jalan Suci (Cheng Xing Da Dao)
B.     Etika Dalam Konghucu            
Dengan dasar keimanan Agama Khonghucu, diturunkanlah ajaran moral dan etika yang langsung menyangkut prilaku di dalam penghidupan yang bersifat praktis. Dalam hal ini wajib dicamkan bahwa betapapun indah, praktis dan bermanfaatnya ajaran itu, tanpa dasar keimanan yang mantap maka akan menjadi dangkal dan gersang. Sayangnya, banyak orang mempelajari dan melihat Agama Khonghucu hanya dari segi moral dan etika yang bersifat praktis saja tanpa mau tahu dasar keimanannya. Jelas cara yang demikian itu tidak tepat dan hasilnya akan jauh dari kebenaran.

 Sesungguhnya ajaran moral etika itu adalah sekedar penjabaran daripada keimanan Konfusiani. Karena itu, bila di bawah ini dipetikkan beberapa ajaran moral dan etika Konfusiani, perlu disadari bahwa semuanya itu tidak dapat dilepaskan, bahkan berpadu erat dengan dasar-dasar keimanan Agama Khonghucu. Dengan demikian sajalah dapat dihindari kesalahan yang sesungguhnya tidak perlu.
Ajaran Iman Agama Khonghucu membimbingkan umat mengimani bahwa hidup manusia adalah oleh firman TIAN dan firman itu menjadi Watak Sejatinya yang merupakan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan, maka hidup manusia wajib berupaya mampu satya menegakkan firman dengan menggemilangkan kebajikan yang dikaruniakan itu.

Menggemilangkan kebajikan tidak berarti hanya membangun kesucian dan kecerahan bagi diri sendiri tetapi wajib mengamalkan di dalam kehidupan ini. Itulah yang wajib terus menerus diupayakan agar mampu mencapai puncak baik. Hal ini menyangkut bagaimana wajib menjalin hubungan yang indah dan baik kepada TIAN Tuhan Khaliq Semesta Alam, Di atau bumi yang menjadi pendukung kehidupannya maupun kepada sesama manusia dan sesama makhluk, sehingga terjalin hubungan yang harmonis di dalam San Cai: Tian Di Ren atau Tuhan Yang Maha Esa, Semesta Alam dan manusia serta segenap makhluk.
Berikut adalah beberapa point penting yang menyangkut moral dan etika Khonghucu / Konfuciani :[3]

1. Satya Dan Tepasarira / Zhong Shu
2. Tripusaka : Bijaksana, Cinta Kasih, Berani / Zhi, Ren, Yong
3. Bakti Dan Rendah Hati / Xiao Ti
4. Satya Dan Dapat Dipercaya / Zhong Xin
5. Kesusilaan Dan Kebenaran / Li Yi
6. Suci Hati Dan Tahu Malu / Lian Chi
7. Hormat Dan Sungguh-Sungguh / Gong Jing
8. Sederhana Dan Suka Mengalah / Qian Rang
9. Tengah Tepat Dan Lurus / Zhong Zheng
10. Memperbaiki Kesalahan / Gai Guo
11. Menegakkan Jasa / Li Gong
12. Akrablah Kepada Para Bijaksana / Qin Xian
13. Membenci Kepalsuan / E Wei
14. Mengerti Orang Lain / Zhi Ren
15. Menuntut Diri Sendiri / Qiu Ji
16. Melindungi Diri / Bao Shen
17. Bahagia Di Dalam Jalan Suci / Le Dao
18. Melaksanakan Ajaran Agama Dengan Sungguh / Gong Xing
19. Yang Berpribadi Susilawan / Junzi
20. Cinta Belajar / Hao Xue
21. Hati-Hati / Cermat Berfikir / Shen Si
22. Satu Prinsip Yang Menembus Semuanya / Yi Guan Zhi Dao
23. Menuntut Kenyataan / Qiu Shi
24. Menjaga Kewajaran / Shou Chang
25. Miliki Keuletan Semangat / You Heng
26. Meluruskan Diri / Zheng Ji
27. Mengatur Pekerjaan / Qiu Zhi

Cara yang terbaik untuk mengetahui seperti apa ajaran-ajaran etika yang diajarkan oleh Khonghucu (551-479 SM) kepada para pengikurtnya tidak ada jalan lain kecuali harus mempelajari kitab-kitab yang memuat ajaran Khonghucu. Kitab-kitab yang memuat ajaran Khonghucu tersebut juga diyakini oleh umat Khonghucu sebagai kitab suci. Kitab-kitab suci yang memuat ajaran etika Khonghucu itu adalah: Kitab Su Si (Kitab yang empat) dan Kitab Haw King (Kitab bakti).

Ajaran-ajaran Khonghucu yang terdapat dalam kitab-kitab sucinya terutama Su Si dan Haw King, tampaknya Khonghucu sangat menekankan pentingnya nilai-nilai etika, baik itu dalam kehidupan rumah tangga, di masyarakat, dan di pemerintahan. Menurut Khonghucu etika itu penting untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Untuk mencapai tujuan yang lebih besar itu, Khonghucu menganjurkan agar dimulai dari yang lebih kecil. Dengan kata lain, apabila kita hendak mewujudkan perdamaian dunia, hendaklah dimualai dari kehidupan rumah tangga. Hal ini dapat dilihat dari perkataan Khonghucu dalam kitab Thai Hak 1: 4-5, sebagai berikut:

“Maka orang zaman dahulu yang hendak menggemilangkan kebijakannya yang bercahaya pada tiap umat di dunia, ia terlenih dahulu berusaha mengatur negerinya, ia terlebih dahulu berusaha membereskan rumah tangganya; untuk membereskan rumah tangganya, ia lebih dahuu membina dirinya; untuk membina dirinya, terlebih dahulu meluruskan hatinya; untuk meluruskan hatinya, ia lebih terlebih dahulu mengimankan tekadnya; untuk mengimankan tekadnya, ia terlebih dahulu mencukupkan pengetahuannya;dan untuk mencukupkan pemgetahuannya, ia meneliti hakikat tiap perkara” (ayat 4) “Dengan meneliti hakikat setiap perkara, dapat cukuplah pengetahuannya; dengan cukup pengetahuannya, akan dapatlah mengimankan tekadnya; dengan tekadnya yang beriman, akan dapatlah meluruskan hatinya; dengan hati yang lurus, akan dapatlah membina dirinya; dengan diri yang terbina, akan dapatlah membereskan rumah tangganya; dengan rumah tangga yang beres, akan dapatlah mengatur negerinya; dan dengan negerinya yang teratur, akan dapat dicapai damai di dunia.” (ayat 5).[4]

C.    Pandangan Bangsa Tiongkok Kuna Tentang Harmonisasi
Seorang sarjana Tiongkok, Dr. Lin Yu Tang, menyatakan bahwa “Budi” itu adalah kekuatan yang mencari keselarasan dengan dunia sekitarnya yaitu suatu sikap kejiwaan yang terpuji dalam keseluruhan bentuk hidup yang luas sesuai dengan hukum dunia yang paling tinggi yakni hukum Tao. Lidah manusia tidak mampu merumuskan dengan kata-kata apapun juga tentang Tao itu. Sikap kejiwaan yang demikian itu dapat membuka diri pribadi mereka. Tiongkok mempunyai tiga macam agama, ketiganya merupakan satu agama. Ketiga agama tersebut adalah Konfusianisme, Taoisme dan Buddhisme.[5]
Mengingat kuatnya tradisi, pandangan hidup rohaniah yang berlatar belakang pada kepercayaan terhadap hal-hal gaib, dapat dikatakan hidup keberagamaan bangsa Tiongkok adalah animisme yang dipadu dengan theisme.
Selain itu bangsa Tiongkok kuna selalu mengadakan upacara dengan tujuan untuk menghirmati dewa-dewa. Upacara selalu ditetapkan pada saat yang khusus dalam kehidupan manusia. Sikap pemujaan ini menimbulkan hal-hal yang tabu dan sakraldalam kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, kehidupan masyarakat Tiongkok kuna baik kalangan bangsawan maupun rakyat jelata selalu diikat dengan peraturan yang bertujuan mempertahankan adanya harmonisasi antara satu dengan yang lain, antara manusia dengan makhluk lainnya, antara bawahan dengan atasan, antara manusia dengan makhluk lainnya, antara susunan dunia dengan susunan yang ada di langit, dan antara manusia dengan alam sekitarnya.[6]
C.J. Bleeker  mengatakan bahwa bentuk awal dari konsep kebragamaan orang Cina itu terdiri dari: pemujaan alam, pemujaan atau penghormatan pada leluhur, dan pemujaan terhadap langit.

1.      San Kang (Tiga Hubungan)
Pengertian dari San Kang atau tiga hubungn dari tata krama ini adalah sebagai berikut:[7]

a.       Hubungan seorang raja dengan menterinya atau hubungan atasan dengan bawahannya.
Untuk melihat bagaimana pandangan konghucu tetang hubungan atasan dengan bawahan ini, dapat dilihat ungkapan konghucu berikut ini:
“seorang raja memperlakukan mentrinya dengan Li (kesopanan atau penuh dengan budi pekerti yang baik). Seorang Mentri mengabdi kepada Raja dengan kesetiaannya.” (Lun Gi III : 19).
Pengertiannya seorang pemimpin yang bijak akan senantiasa melihat kesejahteraan bawahannya dengan penuh tanggung jawab. Demikian juga sebaliknya seorang bawahan yang baik akan selalu senantiasa melaksanakan kewajibann tugasnya dengan taat.

b.      Hubungan Orang Tua dengan Anak.
Selain membicarakan hubungan Raja dengan Menteri dan sebaliknya Menteri dengan Raja, konghucu juga bicara tentang hubungan Bapak dengan anaknya, dan juga sebaliknya hubungan Anak dengan Orang Tuanya. Hubungan ayah dengan anak ini dapat dilihat dalam perkataan konghucu sebagai berikut: “Raja berfungsi sebagai Raja, Mentri berfungsi sebagai Menteri, Ayah berfungsi sebagai Ayah dan Anak berfungsi sebagai Anak.” (Lun Gi XII : 11) jika kesemuanya ini dapat berfungsi sesuai dengan norma yang berlaku, akan terwujudlah keharmonisan dalam keluarga dan masyarakat.

c.       Hubungan suami dengan istri.
Bagi Konghucu hubungan suami dengan istri haruslah juga didasarkan pada sifat-sifat yang baik dan terpuji. Seorang suami harus dapat menghormati istrinya dan begitu juga sebaliknya, seorang istri harus dapat menghormati suaminya. Hal ini dapat dilihat dari kata-kata Mencius di bawah ini :
“menurut (mengikuti) sifat-sifat yang benar itulah jalan suci bagi seorang wanita. “(Mencius III, 2:2) istri yang baik itu adalah istri yang tunduk dan patuh terhadap perintah suaminya, dan istri yang tidak baik adalah istri yang selalu melanggar perintah suaminya. Perintah suami yang semestinya diikuti oleh istri adalah perintah yang tidak bernuansa keburukan. Jika perintah suami itu tidak baik, tidak seharusnya perintah yang tidak diikuti oleh sang istri. Perkataan Mencius (murid konghucu) ini juga menyiratkan pengertian bahwa sifat-sifat yang benar itu adalah petunjuk dari Yang Maha Kuasa. Jika seorang istri menjalani sifat-sifat yang benar tersebut berarti ia telah mengikuti petunjuk Thian.

2.      Ngo Lun (Lima Norma Kesopana dalam Masyarakat)
Ngo Lun itu disebut sebagai Wu Luen, yang artinya juga “Lima norma kesopanan dalam masyarakat”. Baik Ngo Lun maupun Wu Luen, mempunyai arti yang sama.
Konsep tentang lima hubungan yang merupakan unsur penting dari kehidupan sosial, dalam pandangan Konfusius adalah hubungan antara ayah dan anak, kakak dan adik, suami dan istri, sahabat muda dan sahabat tua, dan penguasa dengan rakyatnya. Oleh karena itu demi kebaikan masyarakat hubungan-hubungan ini perlu sekali ditata secara tepat. Tidak satupun dari hubungan ini yang sifatnya sementara. Dalam setiap hal, tanggapan yang berbeda diperlukan bagi kedua belah pihak. Seorang ayah harus bersifat kasih dan seorang anak harus bersikap patuh. Seorang kakak lembut, dan adik hormat. Seorang suami baik dan seorang istri “mendengarkan”. Seorang sahabat tua penuh dengan pertimbangan, seorang sahabat muda hormat. Seorang penguasa murah hati dan rakyatnya setia.[8]
Dalam bidang sosial, Konfusius menekankan perasaan berkawan atau timbal balik, penanaman rasa simpati dan kerja sama, yang harus dimulai dari lingkungan keluarga dan selanjutnya meluas setingkat demi setingkat masuk kedalam bidang persekutuan yang lebih luas. Ia menekankan lima macam hubungan manusia yang pokok yang sudah menjadi teradisi dalam kehidupan orang-orang Cina, yaitu : (1) hubungan antara pengausa dan warganegara; (2) hubungan ayah dan lelaki; (3) hubungan kakak laki-laki dan adik laki-laki; (4) hubungan suami dan istri; (5) hubungan teman dengan teman. [9]
Sebelumnya sudah dibicarakan pengertian San Kang (tiga hubungan), namun dalam pembicaraan mengenai Ngo Lun tersebut sama seperti San Kang, akan tetapi ditambah dua pengertian lagi. Penambahan kedua hubungan tersebut adalah sebagai berikut:[10]

a.       Hubungan saudara dengan saudara.
Proses hubungan saudara dengan saudara ini dapat dilihat dalam perkataan-perkataan Konghucu berikut ini :
“seorang muda, di rumah hendaklah berlaku bakti, di luar (rumah) hendaklah bersikap rendah hati, hati-hati sehingga dapat dipercaya, menaruh cinta kepada masyarakat, dan berhubungan erat dengan orang yang berperi cinta kasih” (Lun Gi, I : 6)

b.      Hubungan teman dengan teman.
Konghucu tidak hanya menekankan pentingnya hubungan antara raja dengan menteri, orang tua dengan anak, yang tua dengan muda, namun ia juga menekankan pentingnya hubungan antara teman dengan teman. Sehubungan dengan itu, Konghucu mengatakan :
“ada tiga macam sahabat yang membawa manfaat dan ada tiga macam sahabat yang membawa celaka. Seorang sahabat yang lurus, yang jujur, dan yang berpengetahuan  luas, akan membawa manfaat. Seorang sahabat yang licik, yang lemah dalam hal-hal yang baik, dan hanya pandai memutar lidah akan membawa celaka. “ (Lun Gi, XIV : 4)

3.      Sifat-sifat Mulia dalam Ajaran Khonghucu
1.      Wu Chang (lima sifat yang mulia)[11]
Lima sifat yang mulia (Wu Chang) terdiri dari:
a.       Ren/Jin: cinta kasih, rasa kebenaran, kebajikan, tahu diri, halus budi pekerti (sopan santun) serta dapat menyelami perasaan orang lain.
b.      I/Gi, yaitu: rasa solidaritas, senasib sepenanggungan dan rasa mrmbela kebenaran.
c.       Li atau Lee, yaitu: sopan santun, tata krama, dan budi pekerti.
d.      Ce atau Ti, yaitu: bijaksana atau kebijaksanaan (wisdom), pengertian dan kearifan.
e.       Sin, kepercayaan, rasa untuk dapat dipercaya oleh orang lain serta dapat memegang janji dan menepati janji.

Ø  Lima Sifat Kekekalan (Wu Chang):
a.       Ren – Cintakasih
Dalam Kitab Suci Agama Khonghucu (SI SHU), pembahasan tentang Cinta Kasih terdapat pada Kitab Ajaran Besar sebanyak 1 Pasal 2 ayat, Kitab Tengah Sempurna 1 pasal 2 ayat, Kitab Sabda Suci 12 pasal 34 ayat dan Kitab Meng Zi 8 pasal 19 ayat. Pada Kitab Sabda Suci XII : 1 menyatakan Cinta Kasih itu adalah mengendalikan diri pulang kepada kesusilaan dan sangat tergantung kepada usaha diri sendiri, maka Nabi Bersabda, "Yang tidak susila jangan dilihat, Yang tidak susila jangan di dengar, Yang tidak susila jangan dibicarakan, dan Yang tidak susila jangan dilakukan". Pada ayat lain, Sabda Nabi menyatakan bahwa "apa yang diri sendiri tiada inginkan, janganlah diberikan kepada orang lain".Disamping beberapa ayat tersebut di atas telah menjadi pegangan hidup bagi umat Khonghucu, ada 2 ayat lagi yang tidak asing ditelinga yaitu : "Seorang yang berperi Cinta Kasih ingin dapat tegak, maka berusaha agar orang lain pun tegak ; ia ingin maju, maka berusaha agar orang lain pun maju". (Sabda Suci VI : 30 : 3)."Seorang yang berperi Cinta Kasih rela menderita lebih dahulu dan membelakangkan keuntungan. Demikianlah orang yang berperi Cinta Kasih.
b.      Yi - Kebenaran/Keadilan/Kewajiban
Pembahasan tentang kebenaran/ keadilan terdapat pada Kitab Ajaran Besar sebanyak 2 pasal 2 ayat. Tengah Sempurna 3 pasal 6 ayat, Sabda Suci 4 pasal 5 ayat dan Meng Zi 6 pasal 8 ayat. Kebenaran itu adalah kewajiban hidup dan jalan lurus, seringkali disebut bahwa kebenaran adalah Jalan sedangkan kesusilaan adalah pintu. Maka dikatakan apabila hendak menemui seorang bijaksana dengan tidak memakai cara yang berlandas Jalan Suci, laksana menyuruh orang masuk rumah tetapi menutup pintu". (Meng Zi VB: 7:8).Dalam Kitab Meng Zi IIIB: 9:9, menyatakan bahwa Ajaran Yang Cu hanya mengutamakan diri sendiri. Tidak mau mengakui adanya pemimpin. Bik Cu mengajarkan Cinta yang menyeluruh sama ; tidak mengakui adanya orang tua sendiri ! yang tidak mengakui adanya orang tua sendiri dan adanya pemimpin sesungguhnya hanya burung atau hewan saja. Kalau ajaran Yang Cu dan Bik Cu tidak dipadamkan, jalan Suci Kong Zi tidak akan dapat bersemi ; kata-kata jahat itu akan membodohkan rakyat, menimbuni Cinta Kasih dan kebenaran. Bila Cinta Kasih dan Kebenaran tertimbun, ini seperti menuntun binatang memakan manusia, bahkan mungkin manusia makan manusia.Oleh karena itu bahwa ajaran yang tidak mengakui adanya orang tua sendiri dan adanya pemimpin sangat bertentangan dengan kebenaran/ keadilan. Sedangkan ajaran Nabi Agung Kong Zi memposisikan Laku Bakti kepada orang tua di atas segala-galanya setelah Tuhan dan Nabi.
c.       Li - Kesusilaan, Kepantasan
Pembahasan tentang Kesusilaan terdapat pada Kitab Tengah Sempurna sebanyak 4 pasal 6 ayat, Sabda Suci 16 pasal 40 ayat dan Meng Zi 8 pasal 16 ayat. Dalam kamus Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta arti kata dari kesusilaan adalah kesopanan ; sopan santun, keadaban. Pada jaman sekarang, kesopanan atau kesusilaan sudah merupakan barang mahal. Maksudnya adalah semakin langka orang berlaku sopan terhadap orang tuanya, saudara-audara tuanya, orang-orang lain yang lebih tua. Perkembangan ini menunjukkan suatu kemerosotan moral dan cukup memprihatinkan. Dalam banyak hal yang akan kita lakukan, Nabi Agung Kong Zi memberikan Sabda, "Melakukan hormat tanpa tertib kesusilaan, akan menjadikan orang repot. Berhati-hati tanpa tertib kesusilaan, akan menjadikan orang serba takut. Berani tanpa tertib kesusilaan, akan menjadikan orang suka mengacau. Dan jujur tanpa tertib kesusilaan, akan menjadikan orang berlaku kasar". (Sabda Suci VIII : 2). Jadi setiap perbuatan, menurut kita sudah baik dan benar masih perlu diukur dengan parameter kesusilaan. Agar apa yang telah dihasilkan (Out-putnya) masih dalam kerangka harmonis, seimbang dan selaras.Disamping itu, dalam Sabda Suci XX : 3 : 2 menyatakan bahwa, "Yang tidak mengenal Kesusilaan, ia tidak dapat teguh pendirian". Dengan demikian setiap Insan dituntut untuk mengenal Kesusilaan. Agar hubungan sesama manusia di dalam keluarga, masyarakat dan negara adanya keharmonisan. Dan pada ayat lain ditegaskan oleh Nabi, "Tegakkan Pribadimu dengan kesusilaan". Hal ini menunjukkan bahwa segala sesuatu harus dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu.
d.      Zhi – Bijaksana
Pembahasan tentang kebijaksanaan terdapat pada Kitab Ajaran Besar sebanyak 4 pasal 10 ayat, Tengah Sempurna 5 pasal 5 ayat, Sabda Suci 14 pasal 42 ayat dan Meng Zi 9 pasal 23 ayat. Kebijaksanaan asal kata dari bijak artinya pandai, mahir, selalu menggunakan akal budinya (W.J.S. Poerwadarminta). Nabi bersabda, "Orang yang memahami ajaran lama lalu dapat menerapkan pada yang baru, dia boleh dijadikan guru". (Tengah Sempurna XXVI : 6). Kata-kata atau ungkapan yang bijak selalu berlaku sepanjang masa, maka Nabi Agung Kong Zi dijuliki Nabi Sepanjang Masa.Dalam kehidupan kita sehari-hari, bagaimana cara agar kita dapat bertindak bijak ? Dalam Kitab Sabda Suci III:21:2, menyatakan, "Hal yang sudah terjadi tidak perlu dipercakapkan, hal yang sudah terlanjur tidak perlu dicegah, dan hal yang sudah lampau tidak perlu disalah-salahkan".
Dalam hal ini di anjurkan bahwa Orientasi kita adalah kedepan, sedangkan kejadian-kejadian terdahulu merupakan guru atau pengalaman hidup untuk melangkah kedepan, dan selalu memperbaiki serta memperbaharui diri setiap hari.Berhubungan dengan keadaan tersebut di atas, ayat lain menganjurkan, "Balaslah kejahatan dengan kelurusan dan balaslah kebajikan dengan kebajikan". Artinya apabila ada orang berbuat jahat atau jahil kepada kita, maka sadarkanlah orang tersebut dengan perbuatan kita dan apabila orang berbuat baik kepada kita, maka kita juga wajib berlaku baik kepada orang yang bersangkutan.
Menurut Huston smith Li mempunyai dua arti. Arti pertama adalah kesopanan, yaitu cara bagaimana seharusnya segala sesuatu harus dilakukan. Konfusius berpendapat bahwa jika individu-individu harus memulai segala sesuatu dari awal, maka tidak banyak yang akan dicapainya dalam mencari keindahan dan kebaikan. Mereka memerlukan contoh. Konfusius ingin menampilkan contoh-contoh terbaik dari kehidupan sosial yang telah ditemukan agar di perhatikan seluruh masyarakat, sehingga setiap orang dapat memandang, mengingat, da mencontohnya.[12]
e.       Xin - Dapat dipercaya
Pembahasan tentang dapat dipercaya terdapat pada Kibab Ajaran Besar sebanyak 1 pasal 1ayat, Tengah Sempurna 1 pasal 1 ayat, Sabda Suci 6 pasal 7 ayat dan Meng Zi 1 pasal 1 ayat. "Kalau memegang sikap dapat dipercaya itu dilandasi kebenaran, maka kata-katanya akan dapat ditepati. Kalau sikap hormat itu dilandasi tata susila, niscaya menjauhkan malu dan hina. Kalau dapat dekat kepada orang yang patut (Karena jiwanya yang luhur), ia akan mendapatkan pembimbing yang boleh dijunjung". (Sabda Suci I:13). Sikap dapat dipercaya ini memungkinkan manusia mencapai cita-citanya, sedangkan kesombongan dan keangkuhan akan mengakibatkan hilangnya harapan.Dalam kehidupan kita ini setiap manusia menghendaki orang lain bertindak jujur dan dapat dipercaya. Padahal belum tentu dirinya dapat bertindak demikian. Jadi Insan yang mana pun bila berlaku dapat dipercaya akan diterima di mana pun ia berada.

2.            Pa Te (delapan sifat mulia)
a.       Siau/Hau dapat diartikan rasa bakti yang tulus terhadap orangtua, guru, dan leluhur.
b.      Thi/ Tee dapat diartikan sebagai rasa hormat terhadap yang lebih tua di antara saudara.
c.       Cung/Tiong dapat diartikan sebagai setia terhadap atasan, setia terhadap teman dan kerabat.
d.      Sin dapat diartikan kepercayaan, rasa untuk dapat dipercaya atau dapat menepati janji.
e.       Lee / Li dapat diartikan sebagai sopan santun, tata krama, dan budi pekerti.
f.       I / Gi dapat diartikan sebagai rasa solidaritas, rasa senasib dan sepenaggungan, dan mau membela kebenaran serta menolak hal-hal yang dirasakan tidak baik dalam hidup ini.
g.      Lien / Liam dapat diartikan mempraktekkan cara hidup yang sederhana dan tidak melakukan penyelewengan.
h.      Che / Thi diartikan dapat menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang amoral atau hal-hal yang dapat merusak moral.

Daftar Pustaka

Ikhsan, M. Tanggok. Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di  Indonesia, Pelita Kebajikan. Jakarta : 2005
Smith, Huston. Agama-Agama Manusia Yayasan Obor Indonesia. Jakarta : 2008
Ali, Mukti. Agama-agama di Dunia. IAIN Sunan Kalijaga Press. Jogjakarta : 1988
Arifin. HM.  Menguak Misteri Ajaran-ajaran Besar. Jakarta: Golden Taylor, 1995.



[1] Mensius (Hanzi: 孟子, hanyu pinyin: Mengzi/Bingcu) (sekitar 372 SM - 289 SM) adalah seorang filsuf Tiongkok. Ia adalah penerus ajaran Khonghucu/Kongzi yang hidup sekitar 300 tahun setelah wafatnya Khonghucu. Ia telah banyak belajar dari cucu Khonghucu yang bernama Zi Si/Cu Su yang membukukan Kitab Zhong Yong/Tengah Sempurna salah satu bagian dari Kitab Shi Shu yang merupakan tuntunan Keimanan bagi para penganut agama 'Ru' atau Khonghucu.
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Khonghucu
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Khonghucu
[4]M Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di  Indonesia, Jakarta, Pelita Kebajikan, 2005 hal. 61

[5]HM. Arifin. Menguak Misteri Ajaran-ajaran Besar, Jakarta: Golden Taylor, 1995. hal.26
[6] Ibid. hal.26
 hal. 62[7] Ibid
[8]Smith, Huston. Agama-Agama Manusia Yayasan Obor Indonesia. Jakarta : 2008 hal.214
[9] Ali, Mukti. Agama-agama di Dunia. IAIN Sunan Kalijaga Press. Jogjakarta : 1988 hal.221
[10] M. Ikhsan Tanggok, Mengenal Lebih Dekat Agama Khonghucu di  Indonesia, Jakarta, Pelita Kebajikan, 2005 hal. 65

Ibid hal. 68[11]
[12]Huston Smith. Agama-Agama Manusia Yayasan. Obor Indonesia. Jakarta : 2008. hal 212

Tidak ada komentar:

Posting Komentar